Bertempat di Grand Quality Hotel, Yogyakarta Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Rapat Pleno sekaligus Rapat Kerja Divisi yang dilaksanakan tanggal 8-9 Januari 2016. Salah satu agenda mendesak yang diamanahkan oleh Muktamar ke-46 di Yogyakarta yaitu revitalisasi pendidikan Muhammadiyah menjadi isu sentral dalam Rapat Pleno kali ini. Di dalam keputusan Muktamar tersebut disebutkan bahwa visi pendidikan Muhammadiyah adalah “terbentuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkemajuan, dan unggul dalam IPTEKS sebagai perwujudan tadjid dakwah amar ma’ruf nahi munkar.”

Pekerjaan rumah dalam mengelola 166 PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) sangatlah besar dan banyak, demikian kesan yang dapat disimpulkan dari pengantar rapat pleno yang disampaikan oleh Prof Lincoln Arsyad. Salah satu hal dianggap mendesak adalah kebutihan rumusan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Hal ini ditegaskan oleh Prof Munir Mulkhan di dalam rapat Divisi III dan IV. “Pendidikan Muhammadiyah merupakan pendidikan Islam modern yang mengintegrasikan agama dengan kehidupan dan antara Iman dan kemajuan yang holistic.”, demikian salah satu poin konsep Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Namun demikian, baik Dr Chairil Anwar maupun Prof Munir Mulkhan tidak sepakat pengarusutamaan “Islamization knowledge” yang belum lama ini muncuat. Muhammadiyah perlu konsep tersendiri yang menunjukkan gagasan berkemajuan yang telah dicita-citakan.

 

Dalam pleno dan raker yang dihadiri oleh hampir semua pimpinan Majelis Diktilitbang ada yang istimewa yaitu dengan dilibatkannya sejumlah tim asistensi Diktilitbang yang terdiri dari 14 orang yang berlatar belakang Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), berasal dari kampus yang beragam dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda untuk membantu program Diktilitbang lima tahun ke depan dengan sejumlah agenda yang sangat padat. Di perkirakan, program dan kegiatan Diktilitbang periode ini membutuhkan dana 10 Miliar lebih.

Setidaknya ada tiga isu strategis yang dibaca di pertemuan ini. Pertama, standarisasi atau penyusunan kriteria dan bobot calon pimpinan PTM. Seluruh persyaratan diharapkan mampu membangun image tentang tradisi keilmuwan di PTM dan juga kedekatan dengan spirit Muhammadiyah itu sendiri. Idealnya, selain guru besar dan S3 perlu juga difikirikan ideologi dan kekaderan di lingkungan Muhammadiyah. Kedua, salah satu pembahasan yang menarik adalah dalam menjawab pertanyaan, apa yang membedakan PTM dengan non-PTM? Hal ini dijabarkan dalam urgensinya AIK (Al islam dan Kemuhammadiyah-an) di lingkungan PTM baik yang sarjana/diploma atau pasca sarjana. Prof Bambang Setiaji mengusulkan perlunya panel untuk memilih bahan ajar AIK agar update, substansinya banyak dan metode pembelajarannya juga lebih kretaif.

Isu sentral lainnya, selain menjadikan PTM-PTM dapat bersaing di era global dengan memperkuat keluaran riset di jurnal internasional dan penguatan institusi dalam beragam perangkingan dan standarisasi juga diharapkan adanya penguatan sekretariat Majelis Diktilitbang untuk mendorong bekerjanya institusi ini. “Walaupun proram bagus dan hebat, kalau tidak didorong oleh bekerjannya sekretariat itu akan sulit berkembang,” ujar Dr Achmad Nurmandi yang masuk di bidang Divisi I Majelis Diktilitbang.

Diktilitbang PP Muhammadiyah Selenggarakan Rapat Pleno

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *