PK IMM Avicenna STIKES Muh Klaten Gelar Rumah Pintar IMMawati

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIKES Muhammadiyah Klaten menggelar rumah pintar immawati melalui Zoom Meeting Cloud, Ahad (26/7). Kegiatan yang bertemakan “Feminisme dan Masa Depan Gerakan Perempuan” ini menghadirkan narasumber Frisca Wulandari,S.Pd (Kabid IMMawati DPP IMM periode 2018-2020) dan dimoderatori oleh Immawati Vika Nur Aini (Ketua Umum PK IMM Avicenna STIKES Muhammadiyah Klaten).

Ketua Umum PK IMM Avicenna STIKES Muhammadiyah Klaten, Vika Nur Aini, menjelaskan kegiatan ini merupakan suatu diskusi untuk mahasiswi khususnya di lingkup Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah dan umumnya eksternal Perguruan Tinggi Muhammadiyah agar mengetahui bagaimana perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengembangkan diri dalam berbagai bidang. “Mahasiswi saat ini harus lebih kritis dalam menghadapi fenomena saat ini, terkhusus mengenai feminisme. Tentunya organisasi mahasiswa serta para immawati menjadi pilar penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan keadilan guna mengembangkan diri dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan pendidikan,” ucap ketua umum PK IMM Avicenna tersebut.

Diskusi yang menghadirkan tokoh immawati yang sangat berpengalaman di organisasi mahasiswa terkhusus dalam bidang immawati ini diikuti puluhan mahasiswi Muhammadiyah maupun eksternal mahasiswi Muhammadiyah dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam diskusi, Frisca mengatakan bahwa gerakan feminisme muncul karena banyaknya kasus ketidakadilan pada perempuan. Gerakan feminisme perlu didukung sehingga perempuan dapat melindungi martabat dirinya, anak-anaknya serta keluarganya. Frisca juga berpesan sebagai organisasi yang bergerak dalam keagamaan dan perempuan, kaum perempuan kader IMM maupun eksternal organisasi IMM harus belajar manajemen lobby yang merupakan langkah awal dari gerakan feminisme dan dapat diwujudkan di kehidupan sehari-hari.

IMM STIT Muh Bojonegoro Gelar Diskusi Kepemudaan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIT Muhammadiyah menggelar diskusi online nasional pada hari Ahad (28/6) pukul 11.00 hingga pukul 13.00 melalui Zoom Meeting Cloud. Diskusi online nasional bertemakan “Dinamika Pergerakan Organisasi Mahasiswa Pasca New Normal” ini menghadirkan narasumber Beni Pramula, S.I.Kom., MM. (Ketua Pemuda Asia-Afrika Periode 2015-2020, Ketua Umum DPP IMM Periode 2014-2016 ), Ahmad Khoiris, S.Pd (Ketua Umum PC IMM Bojonegoro), dan dimoderatori oleh Immawati Zakya Fatya Ilfany Kabid (Immawati IMM STIT Muhammadiyah Bojonegoro).

Melalui Media Center Ketua Umum IMM STIT Muhammadiyah Bojonegoro, Moch Sulton Ulum Bimasdhom menjelaskan kegiatan ini merupakan suatu solusi untuk organisasi mahasiswa khususnya di lingkup Perguruan Tinggi Muhammadiyah pasca new normal. “Mahasiswa saat ini harus lebih kritis dalam menghadapi fenomena saat ini dan tentunya organisasi mahasiswa menjadi pilar penting untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dalam kebijakan-kebijakan kontroversial seperti saat ini,” ucap mahasiswa semester akhir tersebut.

Diskusi yang menghadirkan tokoh pemuda yang sangat berpengalaman di organisasi mahasiswa maupun pemuda ini diikuti puluhan mahasiswa Muhammadiyah dari berbagai daerah Indonesia.

APIK PTMA Diskusikan Tata Kelola Komunikasi Hadapi Corona Covid-19

Akademisi Ilmu Komunikasi dari berbagai perguruan tinggi mengikuti webinar bertajuk Tata Kelola Komunikasi Hadapi Virus Corona Covid-19, Kamis (26/03). Webinar ini diadakan oleh Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (APIK PTMA) sebagai bentuk kontribusi keilmuwan asosiasi, institusi, dan individu akademisi Ilmu Komunikasi di lingkungan PTMA. Empat orang pembicara utama mengawali diskusi webinar, yaitu Dr. Rudianto (Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara), Himawan Muhammad MA (Ketua Umum APIK PTMA), Dani Fadhilah (mahasiswa doktoral Nanjing Normal University China, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan), dan Ayub Dwi Anggoro (kandidat doktor di Universiti Zainal Abidin Malaysia, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Ponorogo), dengan dimoderatori Dr. Fajar Junaedi (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

Dani Fadilah menyebutkan bahwa berdasar pengamatannya di China, masyarakat sangat disiplin ketika pemerintah mengumumkan terjadinya wabah Corona. “Di China bahkan robot berteknologi kecerdasan artifisial dimanfaatkan untuk memonitor masyarakat yang berpotensi menyebarkan virus sehingga penyebaran virus bisa diisolasi,” ujar Dani. Sementara Ayub Dwi Anggoro menyebutkan bahwa di Malaysia, otoritas pemerintah yang memberikan informasi tentang Corona Covid-19 adalah para pejabat yang berkompeten dengan penerapan aturan dan hukum yang tegas. “Di Malaysia, pejabatnya sejak awal serius. Tidak ada pejabat pemerintah yang menjadikan Corona sebagai joke dan guyonan,” kata Ayub. Sedangkan di Indonesia, menurut Rudianto ada persoalan yang lebih kompleks. “Persoalan dan tantangan kita dalam menghadapi penyebaran Corona adalah sumber informasi yang berlimpah, kecepatan dan keterbukaan informasi, keberagaman budaya, serta latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Seharusnya kecepatan dan keterbukaan informasi dikelola dengan baik dalam menghadapi Corona,” jelas Rudianto.

Webinar ini mendapatkan respon baik, dengan ditandai keikutsertaan 124 akademisi, dari Indonesia dan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi doktoral di China, Selandia Baru, dan Malaysia. “Diharapkan webinar ini bisa ditindaklanjuti, sebagai bentuk kontribusi keilmuwan akademisi Ilmu Komunikasi, dalam beragam bentuk aktivitas lain, seperti publikasi buku,” pungkas Fajar Junaedi.

IFLS dan Peta Dakwah Muhammadiyah

Diskusi Terbatas Data Indonesian Family Life Survey (IFLS) sangat strategis. Terutama berkaitan dengan program penyusunan peta dakwah dan penyampaian materi Al-Islam di lingkungan perguruan Muhammadiyah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Hasil survey IFLS yang menyebutkan bahwa tingkat religiusitas seseorang tidak berhasil mendorong sikap terbuka dan harmoni dengan pemeluk agama lain. Di sini terdapat permasalahan besar yang menjadi tugas lembaga dakwah maupun institusi pendidikan Islam agar meninjau kembali konten dakwah atau kurikulum Al-Islam.

“Survey IFLS bersifat kuantitatif sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan seperti itu. Untuk bisa menjawab mengapa permasalahan seperti itu perlu dilakukan riset kualitatif,” kata Ahmad Muttaqin, Wakil Bendahara Diktilitbang PP Muhammadiyah.

Menanggapi pemaparan yang disampaikan Elan Satriawan, Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa data-data dari IFLS masih bisa berubah. Sebab, dalam pengamatan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini, sejak tahun 1970-an hingga sekarang telah terjadi peningkatan pengamalan keagamaan yang cukup pesat. Saat ini, katanya, mayoritas Muslimah telah mengenakan jilbab. Pada tahun 1970-an amat jarang Muslimah yang mengenakan kerudung. Di tengah kehidupan masyarakat yang serba terbuka saat ini, tidak hanya peningkatan pengamalan keagamaan saja, tetapi praktik kemaksiatan dan tindak tidak terpuji lainnya juga turut meningkat.

“Dalam pengamatan saya sejak tahun 1970-an, memang ada peningkatan pengamalan keagamaan. Tetapi di tengah masyarakat yang kian terbuka saat ini, praktik kemaksiatan juga meningkat,” komentar Abdul Munir Mulkhan. “Saya berpendapat bahwa pemahaman keagamaan kita saat ini masih terjebak pada legal-formal. Peningkatan pengamalan keagamaan masih sebatas simbolis dan legal formal. Tetapi subtansi dari ajaran Islam yang seharunya membentuk karakter Muslim belum tercapai,” pungkasnya.

Diskusi Terbatas yang diselenggarakan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah berjalan lancar. Hadir sebagai peserta dari berbagai unsur seperti perwakilan dari majelis, lembaga, ortom, media massa, dosen, pakar, dan peneliti.

“Diskusi Terbatas yang diselenggarakan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah kali ini dihadiri oleh perwakilan dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Aisyiyah, Lembaga Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah, PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah,” kata Muhammad Sayuti, Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. “Diskusi ini akan bermanfaat untuk pembuatan peta dakwah Muhammadiyah dan penyusunan kurikulum keislaman di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah.” (Abu Rafif)

Suara Muhammadiyah

Industri Rumah Tangga Beri Ketahanan Krisis Ekonomi

Saat krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 1997 lalu, sebagian besar kelompok industri rumah tangga mampu bertahan, sementara industri menengah dan besar justru banyak yang gulung tikar. Hal ini karena keberlangsungan hidup keluarga pelaku industri ini sebagian besar tergantung dari usaha yang dikelola tersebut. Pernyataan ini merupakan paparan dari dosen Agribisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Ir. Triwara Buddhi Satyarini. MP saat memberikan penjelasan dalam diskusi publik, Sabtu (8/10) di AR Fachruddin A lantai 5 UMY.

Dalam pemaparannya, Dr. Triwara menyampaikan bahwa kelompok industri rumah tangga bisa menjadi salah satu solusi dalam menghadapi krisis ekonomi. Selain itu, industri yang mampu bertahan ketika terjadi krisis ekonomi yaitu industri pengolahan. Pada kelompok industri ini mereka mengandalkan hasil pertanian sebagai bahan baku produk, baik yang harus diimpor maupun berupa hasil pertanian lokal. “Pada dasarnya dalam industri pengolahan ini, para pelaku industri melakukan kegiatan dengan mengubah suatu bahan dasar secara mekanis, kimia, maupun dengan tangan langsung sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi. Dengan ini maka barang yang diolah tersebut dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya,” paparnya.

Di sisi lain, Dr. Triwara melanjutkan, meskipun industri rumah tangga mampu bertahan di saat terjadinya krisis ekonomi, namun rata-rata industri rumah tangga tidak bisa mengelola usahanya dengan baik. “Mengelola usaha merupakan salah satu pengetahuan umum yang harus dikuasai oleh seorang pelaku usaha. Manajemen yang baik adalah kunci kesuksesan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai manajer harus mampu merencanakan pekerjaannya, mengatur pegawainya dan sumber daya lainnya untuk mendukung pekerjaan, mengarahkan pegawai, dan mengendalikan serta mengevaluasi pekerjaan. Selain itu juga pelaku industri tersebut harus diberi pendampingan,”ujarnya.

Sementara itu Dr. Ir. Gatot Supangkat. MP salah satu pembicara pada diskusi publik tersebut mengatakan bahwa industri rumah tangga yang mengandalkan hasil pertanian, pemerintah perlu memberikan dukungan dalam regenerasi petani. Jika program ini berhasil, maka akan menanggulangi kemiskinan pertanian. “Upaya untuk mencapai kecukupan pangan dan bahkan swasembada pangan telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pembuatan varietas padi unggul baru. Namun kenyataan di lapangan, jumlah varietas yang berkembang di petani tidak banyak. Penyebab minimnya jumlah varietas padi yang berkembang di lapangan antara lain faktor geofisik, teknologi, budaya petani, dan kebijakan,” jelas dosen agroteknologi UMY tersebut.

Dalam hal tersebut, Dr. Gatot mengatakan bahwa untuk menjaga keberlanjutan varietas atau usaha tani, maka diperlukan kebijakan kemandirian petani melalui penyediaan benih, pembuatan varietas baru dan penyediaan pupuk organik sendiri. “Untuk membangun kemandirian petani, fasilitas pemerintah harus diarahkan sepenuhnya langsung kepada petani, bukan kepada perusahaan negara. Permasalahan utama keberlanjutan usaha tani yakni ketersediaan benih. Oleh karena itu, maka sebaiknya perlu ditumbuhkan kemandirian petani dalam pengembangan perbenihan dan pembuatan varietas baru tanaman,” tutupnya.

Sumber : www.umy.ac.id