Pemahaman Masyarakat Indonesia Tentang Ekonomi dan Perbankan Syariah Masih Rendah

Tingkat pemahaman masyarakat Indonesia dalam bidang ekonomi dan perbankan syariah dirasa masih cukup rendah. Terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Padahal, jika dilihat lebih jauh bank-bank syariah yang ada di Indonesia sudah cukup banyak dan memberikan peluang yang cukup bagi masyarakat untuk melakukan transaksi dan peminjaman modal.

Berdasarkan hal itulah, maka Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan Institut Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa se-Indonesia (INFAD), Universitas Sains Malaysia (USIM) dan International Institute of Islamic Thought (IIIT) USA menyelenggarakan International Conference dengan tema Islamic Economics and Financial Inclusion (ICIEFI) 2015. Acara ini digelar selama dua hari, yakni Kamis hingga Jum’at (23-24/4) di ruang sidang utama AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY.

Dr. Mayusdhi Muqorobin, selaku ketua acara menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia perlu mengembangkan pemikiran tentang hukum islam, salah satunya mengenai ekonomi islam dan perbankan syariah. Selain pemahaman dan pengertian, hal ini dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk dapat mengakses permasalahan-permasalahan keuangan dan pemberdayaan ekonomi, “ jelasnya.

Masyhudi juga menambahkan, selain membahas mengenai pengembangan pemikiran tentang hukum Islam dan ekonomi perbankan syariah kegiatan ini diharapkan kedepannya dapat menjalin kerjasama antara institusi-institusi dalam mengembangkan ekonomi Islam dunia.

Salah satu perkembangan ekonomi dan perbankan syariah yang berkembang sangat pesat adalah waqaf. Perkembangan ini juga didukung dengan besarnya dana waqaf yang terus berkembang, hal ini dipengaruhi karena banyaknya inovasi serta metodologi dalam mengumpulkan dana. “Salah satu alasan dana tersebut terus berkembang yitu melalui waqaf tunai. Tahun-tahun terakhir ini saja uang tunai dilihat sebagai media yang dinamis untuk publik, “ terang Dr. Mohamad bin Abdul Hamid, Ph. D, Islamic University of Malaysia selaku pembicara dalam acara tersebut.

Mohamad menambahkan, bahwa saat ini waqaf menjadi salah satu lembaga penggalangan dana tertua didunia yang bertindak sebagai pembangunan ekonomi muslim di berbagai aspek kehidupan. Pendekatan syariah melalui waqaf ini dapat diimplementasikan untuk penggalangan dana melalui usaha yang dapat memberantas kemiskinan melalui pendidikan, “ tambahnya.

Sistem kerja waqaf ialah dengan menjaring kemitraan yang sejati dan didasari dengan resiko dan keuntungan bersama, “Hal ini dapat dilakukan dengan menggalang dana dan mengembangkan kegiatan pendidikan tinggi. Selain itu dampak sosial dan keuangan memiliki usaha waqaf untuk perguruan tinggi, antara lain yaitu menyelaraskan kerja sama antar pemain, “ paparnya.

Sementara itu, hal berbeda dipaparkan Prof. Dr. Syamsul Anwarm Ketua Majelis Tarjih PP Muhmmadiyah mengatakan, dalam menangani permasalahan kemiskinan di Indonesia khususnya, harusnya masyarakat bisa berpegang pada falsafah Al-Ma’un, sebagaimana yang telah diterapkan oleh Muhammadiyah selama ini. Dalam falsafah Al-Ma’un tersebut, seseorang itu tidak bisa dikatakan menjadi orang baik atau shalih sendiri jika dia tidak bisa menshalihkan orang lain. “Dalam falsafah Al-Ma’un itu kita diajarkan untuk bisa memberikan kebaikan kepada orang lain. Tidak hanya menjadi baik untuk diri sendiri,” jelasnya.

Selain itu, imbuh Prof. Syamsul lagi, dalam upaya pengentasan kemiskinan dan orang-orang fakir itu tidak bisa hanya dilakukan sendiri oleh individu maupun satu kelompok saja. Akan tetapi juga butuh kerjasama dari semua elemen masyarakat. “Pengentasan kemiskinan itu tidak akan berhasil jika hanya dilakukan seorang diri tanpa adanya kerjasama dari orang, kelompok, atau organisasi lain. Karena itu, memang membutuhkan kerjasama dari semuanya. Dan harta yang dimiliki pun akan lebih berkah jika digunakan untuk kebaikan secara bersama-sama” pungkasnya. (Adam/Ica)

Sumber : UMY.AC.ID