Sabtu (27/07), acara Silaturahmi Aliansi Guru Besar Muhammadiyah (AGBM) seluruh Indonesia di Gedung AR. Fachrudin A lantai 5 kampus terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berlangsung dengan sukses.
Salah satu sesi rangkaian acara ini membicarakan tentang Leadership dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi. Pemateri merupakan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Djamaludin Ancok PhD dengan moderator Prof Dr Heru Kurnianto Tjahyono, MM.
Tema yang dibawakan ialah Map of Reality. Bagaimana seorang pemimpin menciptakan peta untuk realitas kemudian pengikutnya bisa bergerak mengikuti apa yang disampaikan oleh pemimpin tersebut.
Prof Djamaludin Ancok PhD memaparkan bahwa tugas pemimpin itu sebagai role model orang lain. Pemimpin sudah seharusnya bisa menciptakan engagement lalu membuat networking. Salah satu strategi dalam engagement mengandung prinsip 3M yang berisikan meaning, membership, dan mastery.
Meaning adalah bagaimana seorang pemimpin bisa mengajak orang untuk bekerja dengan penuh makna. Pemaknaan ini akan mempengaruhi motivasi dalam bekerja.
Pemimpin itu sudah seharusnya memotivasi, membesarkan hati, dan membangkitkan semangat. Change people, invite people. Oleh karena itu penting bagi seorang pemimpin untuk bisa mengubah makna sehingga makna itu diikuti oleh followers.
Prof Ancok memberikan contoh pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), “Seperti pada PTM. Kita lihat bagaimana dari nol sampai begitu besar. Berapa banyak lapangan kerja yang diciptakan, berapa banyak karyawan yang bekerja di sini, berapa banyak dosen disekolahkan di luar negeri dan dalam negeri. Itu ibadahnya luar biasa. Kita melihatnya dengan makna supaya kita bisa terus bermanfaat,“ tuturnya.
3M berikutnya adalah membership yaitu, bagaimana pemimpin memperlakukan anggota dan pengikutnya. Ada fenomena buruk yang tidak jarang terjadi pada orang-orang yang mengalami kenaikan pangkat. Kecenderungan menjadi lebih sombong sering tak terelakkan. Kenyataannya tidak ada orang yang menyukai pemimpin arogan. “Tubuh kita ini Allah yang mengangkatnya supaya kita menghargai orang lain. Perlakukan pengikut seperti keluarga. Kita perlu membayar karyawan dengan perhatian dan kasih sayang, bukan dengan kesombongan. Dia akan gembira dengan leader yang peduli,” tuturnya.
Kemudian yang terakhir adalah mastery. Lembaga pendidikan tinggi dunia terus mengalami perubahan. Kebutuhan untuk terus belajar akan selalu ada. Oleh karenanya pemimpin harus bisa menambah wawasan dan membuka pola pikir.
Di akhir sesi, Prof Dr Heru Kurnianto Tjahyono, MM selaku moderator menambahkan bahwa pemimpin perlu membuat sebuah gairah untuk pencapaian tujuan organisasional sehingga dapat bergerak pada makna tadi. “Bagaimana kita kemudian mengambil makna ketika berdiri di depan kelas maka kita sedang berpikir mengenai membangun sebuah generasi untuk masa depan. Ketika kita sedang menulis sebuah publikasi maka sebetulnya bukan 25 juta atau 30 juta yang membuat kita termotivasi, tapi jauh dari itu kita mengangkat martabat institusi, bangsa, dan seorang peneliti,“ jelasnya.
Menurutnya keberlimpahan mentalitas yang harusnya dimiliki profesi pendidik membuat mereka tidak lagi mengejar reward dan menghindari punishment. “Tapi lebih dari itu sebenarnya kita blessing other. Kita menyalakan di tengah kegelapan,” pungkasnya.