Pada tahun 2024 jumlah total gen milenial akan tumbuh sekitar 174,79 juta orang. Namun disaat yang sama kemajuan ekonomi belum menunjukan hasil secara signifikan. Jika anak muda dapat bergerak dengan produktif, maka akan memberikan dampak atau bonus demografi. Namun jika sebaliknya, anak muda yang banyak menganggur justeru akan mendatangkan musibah.
Melihat fenomena tersebut, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah mengadakan Webinar bertemakan “Melahirkan Wirausaha Muda dan Koperasi Unggul Berbasis Kampus” secara daring, Sabtu (04/09). Turut hadir sebagai pembicara Drs. Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia yang juga diwakili Ahmad Jabadi selaku Pejabat Eselon I, Drs. Suyatmin, M.Si selaku Kepala Koperasi UM Surakarta, dan Riza Azyumarridha Azra selaku Founder Rumah Mocaf Indonesia.
Muchlas Rowi selaku moderator mengungkapkan dibutuhkan upaya yang nyata untuk melahirkan kemajuan ekonomi dari generasi yang produktif. “Indonesia membutuhkan 7% atau sekitar 8 jt wirausaha agar dapat mendapatkan dampak hebat dari bonus demografi,” begitu pungkasnya.
Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM RI berpendapat hal yang sama, saat ini rasio kewirausahaan Indonesia belum optimal yaitu sekitar 3,47% jauh dibawah Singapura yang mencapai 8,36% dan Malaysia serta Thailand diatas 4%. “Ditahun 2024 kita menargetkan mencapai 4% karena ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi negara maju,” pungkasnya.
Tantangan lain yaitu sebanyak 82,55% UMKM belum memiliki kualitas budaya kewirausahaan begitu juga dengan koperasi. Di Indonesia terdapat 247 koperasi mahasiswa aktif namun baru 73 yang aktif melaksanakan RAT. “Sehingga dilakukan empat program transformasi besar yaitu transformasi dari informal ke formal, digital dan pemanfaatan teknologi, transformasi pada nilai global, dan moderenisasi koperasi,” tambahnya.
Ahmad Jabadi menambahkan bahwa kampus berperan penting sebagai laboratorium bagi menumbuhkan wirausaha baru dari kalangan muda yang terdidik. “Pentingnya keberadaan sebuah koperasi unggul untuk menjadi faktor pendorong yang diharapkan dapat menjadi SDM yang cakap untuk mewujudkan koperasi modern,” paparnya selaku Deputi Perkoperasian. Kriteria koperasi modern yaitu dengan mewujudkan tiga pilar diantaranya pilar kelembagaan, pilar usaha, dan pilar keuangan. Orientasi untuk bisnis juga dapat dikuatkan khususnya melalui sektor pangan. Hal ini dapat didukung sumber daya lain yang dapat mendukung manajemen koperasi dan bisnis yang dikembangkan di kampus. “Hal ini dapat melahirkan koperasi sebagai role model dalam pengembangan di sektor real khususnya di pangan,” paparnya.
Drs. Suyatmin Waskito Adi juga mengungkapkan bahwa koperasi kampus dapat membentuk mental entrepreneurship mahasiswa dan sekaligus pemberdayaan ekonomi di kampus. Potensi usaha koperasi kampus sangat besar melayani anggota dan non anggota di lingkungan kampus. “Penerapan koperasi kampus harus menerapkan good cooperative governance (GCG) dan berkembangnya koperasi kampus harus tergantung pada kesadaran dan partisipasi anggota,” pungkasnya.
Menutup webinar, Riza Azyumarridha Azra menyatakan bahwa budaya kewirausahaan di Indonesia menduduki peringkat ke-19 dari 20 negara G-20. Pada tahun 2025 Indonesia juga akan dilirik oleh pasar dunia. “Oleh karena itu, pertanyaan besar bagi kita dalam menghadapi prospek pasar yang cerah tersebut adalah, kita ini mau menjadi pasar atau pemasar di negeri sendiri?” begitu papar Riza. Ia berpesan, setidaknya para wirausaha muda dapat berperan sebagai pemasar atau pelaku yang turut memasarkan produk lokal di negeri sendiri. “Misalnya pada sektor pangan, kita dapat bergerak sebagai kedaulatan pangan di Indonesia,” pungkasnya.