Pendidikan yang berkualitas sebagaimana misi PP Muhammadiyah juga diterapkan di wilayah Indonesia Timur termasuk di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal.
“Menjadi kebijakan dari PP Muhammadiyah untuk memberikan perhatian ke daerah 3T (terluar, terdepan dan tertinggal) serta daerah yang Muslimnya minoritas agar mendapat perhatian dalam konteks dakwah,” ujar Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, Rabu (12/7).
Kebinekaan bagi Muhammadiyah bukan hanya kata-kata dan retorika, tetapi aksi dan kerja nyata. Saat ini ada enam PTMA yang memiliki 70-80 persen mahasiswa non-Muslim. Dari jumlah itu empat PTMA di Papua dan dua di Nusa Tenggara Timur (NTT). PTMA di Papua yaitu Universitas Muhammadiyah Sorong, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Sorong, STKIP Muhammadiyah Manokwari, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura.
Kemudian di NTT yaitu Universitas Muhammadiyah Kupang dan IKIP Muhammadiyah Maumere. Di kampus tersebut, mahasiswa yang sebagian besar beragama Protestan dan Katolik memiliki kewajiban mempelajari Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) untuk memberi pemahaman tentang Islam secara benar.
“Selama kuliah mereka tidak pernah merasa diintimidasi, dan teman-teman dosen tentu melakukan modifikasi mata kuliah Al Islam tersebut,” kata Sayuti.
Sayuti menjelaskan, orientasi mutu pendidikan sangat ditekankan di PTMA karena mengacu pada regulasi yang ditetapkan pemerintah. PTMA mempunyai dosen tidak tetap yang non-Muslim untuk mata kuliah tertentu, bahkan ada juga Pastur yang ikut mengajar. “Kualitas dosen tentu sangat kami jaga.”
Selain menjaga kualitas pendidikan, kehadiran PTMA juga memiliki tugas baru sebagai agen perubahan sosial, terutama pola pikir masyarakat lokal tentang pendidikan.
“Alhamdulillah itu terjadi, misalnya sampai ada pernyataan kalau mahasiswa-mahasiswa di Muhammadiyah itu jadi wangi dan bersih, jadi hidden curriculum adanya perubahan budaya, sebab modernisasi tidak cuma teknologi, dan wangi atau bersih itu sendiri merupakan nilai Islam,” kata Sayuti.
Sumber Republika