Dalam membangun resiliensi peserta didik, mengutip Bernard (1991), yang perlu dilakukan yaitu memberikan perhatian dan motivasi, menetapkan dan mengomunikasikan harapan-harapan yang tinggi namun realistis, serta memberikan kesempatan untuk partisipasi yang bermakna. Begitu papar Prof Abdul Rahman A Ghani Wakil Rektor II Uhamka dalam webinar yang digelar Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA (SPs Uhamka).
Prof Abdul Rahman melanjutkan sekolah sebagai lingkungan kritis sangat strategis untuk membangun resiliensi peserta didik. “Maka sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pendidik sebagai penyelenggara pendidikan memiliki peran membangun resiliensi tersebut,” paparnya.
Dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif peserta didik lebih mudah untuk mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan dirinya. Sehingga, peserta didik dapat mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang dewasa dan matang. “Dengan demikian, kualitas kepribadian pendidik, kedewasaan, kematangan perasaan, dan integritas pribadi akan mempunyai peran besar dalam proses pendidikan,” begitu paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala SD Muhammadiyah 09 Plus Duren Sawit, Jakarta Timur, Syamsiah MPd, menyampaikan, resiliensi adalah bangkit kembali secara positif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan. Selain itu, resiliensi juga dimaknai sebagai kemampuan untuk tetap teguh dalam situasi sulit. “Bagaimana kita menyikapinya secara positif. Kita semua merasakan pandemi ini situasinya sangat sulit untuk kita semuanya,” ujarnya.
Dengan begitu, Syamsiah berpesan agar para guru dapat dan mau beradaptasi, berubah, dan lebih melek IT agar siswa tidak mudah bosan dalam proses pembelajaran. Begitu juga orang tua yang harus memainkan peran sebagai pendidik di rumah. Menurut Syamsiah, kekurangan yang terjadi akibat pandemi mesti diubah menjadi kelebihan. “Misalnya guru memiliki kekurangan di bidang IT, maka diubah dengan belajar agar punya kelebihan di bidang itu,” ujarnya.