Keselamatan pasien merupakan hal yang harus diutamakan oleh semua praktisi kesehatan. Namun pada praktiknya, masih banyak praktisi kesehatan yang tidak mengutamakan keselamatan pasien karena lemahnya pengetahuan dan komunikasi diantara praktisi kesehatan. Disamping itu, berkembangnya kompleksitas penyakit dan masalah kesehatan memperburuk kondisi tersebut. Interprofessional Education (IPE) sebagai proses pendidikan dua atau lebih profesi kesehatan untuk saling belajar dan bekerja satu sama lain, bisa menjadi solusi dalam meningkatkan keselamatan pasien.
Prof. dr. Iwan Dwi Prahasto, MMedSc, PhD yang merupakan Ketua Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia (IKAFI) mengatakan bahwa dengan IPE, seluruh profesi kesehatan akan saling bertukar ilmu dan saling menjalin komunikasi demi kolabori efektif dan tercapainya pelayanan kesehatan yang maksimal. Seluruh profesi kesehatan harus menyadari bahwa hal yang paling penting dari IPE adalah untuk meningkatkan keselamatan pasien. “Semua profesi kesehatan, harus menyadari bahwa ketika bekerja harus mengutamakan keselamatan pasien. Semua harus mengacu kepada for the sake of patient,” jelas Iwan dalam Seminar dan Workshop Interprofessional Education, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UMY di Asri Medical Center (AMC) pada Sabtu, (15/3).
Menurutnya, banyak profesi kesehatan sekarang ini yang mengalami masalah komunikasi saat menangani pasien. Misalnya, seorang dokter memerintahkan seorang perawat untuk memberikan tindakan medis terhadap pasien. Namun dalam instruksinya, dokter seringkali memberi perintah yang tidak jelas mengenai tindakan medis apa yang harus diambil atau terhadap pasien mana tindakan medis akan dilakukan. Sementara perawat yang diberi instruksi tersebut misalnya, tidak mau melakukan cross check terhadap instruksi tersebut. “Melakukan cross check juga harus dilakukan semua profesi kesehatan agar tidak terjadi kesalahpahaman,” imbuhnya.
Tidak adanya komunikasi yang baik juga sering terjadi diantara perawat dan mahasiswa koas. Misalnya, mahasiswa koas saat tidak mengerti bagaimana mengambil tindakan medis yang diinstruksikan oleh perawat seringkali enggan untuk bertanya karena perasaan sungkan. Padahal hal tersebut bisa mengakibatkan medication error dan berimbas pada keselamatan pasien. Menurutnya, berdasarkan hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa penguasaan ilmu di beberapa profesi kesehatan masih lemah. Karena itu, penguasaan ilmu menjadi hal mutlak untuk dimilikki semua profesi kesehatan.
Senada dengan hal tersebut, Prof. Jill Thistletwaite dari Queensland University yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut menyatakan bahwa masalah komunikasi memang sering menjadi pemicu tindakan medication error. Jill mengatakan, selain tidak terjalinnya komunikasi yang baik, munculnya gape diantara profesi kesehatan juga menjadi masalah dalam komunikasi interprofresi kesehatan, beberapa profesi kesehatan seringkali ada yang merasa lebih superior dibanding yang lain. Padahal seharusnya, seluruh profesi kesehatan bisa menyatukan visi misi dan memiliki team work yang baik sehingga keselamatan pasien pun terjaga.
Adapun acara seminar dan workshop ini diadakan selama dua hari, mulai hari ini hingga besok, Minggu (16/3). Seminar dan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui pembelajaran antar profesi kesehatan. Acara ini diisi oleh pembicara dari Griffith University, Queensland University, University of Philliphines, UMY, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, IKAFI dan Kementerian Kesehatan RI serta diikuti oleh mahasiswa, dosen dan praktisi kesehatan dari berbagai kota di Indonesia. (Asri)
Sumber : www.umy.ac.id