Sebagai sebuah PTM yang baru beberapa tahun distimulus untuk bangkit, perkembangan UM Sumatera Ba relatif baik dan layak diapresiasi. Dari sisi SDM, dengan 43 doktor dari 198 dosennya, sudah menempatkan rasio doktor per dosen di atas rata-rata nasional. Jumlah mahasiswa yang sudah lebih 5000-an orang, juga menempatkannya sebagai PTMA level menengah di antara 166 PTMA di Indonesia. Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PPM yang juga Koordinator Pendampingan Sumatera I Prof Edy Suandi Hamid menanggapi laporan Dr Riki Saputra, Rektor UM Sumatera Barat, pada acara pendampingan yang dilakukan di kampus UMSB, Rabu (12/1).
Pendampingan juga dikakukan oleh Prof Sjafri Sairin, Dr Budhi Akbar, dan Dr Sulaiman. “Dengan gambaran saat ini, potensi untuk berkembang lebih cepat untuk menjadikan UMSB sebagai PT yang maju, unggul, dan berdaya saing, sangatlah besar,” ujar Prof Edy. Namun perlu diingat, secara historis, UMSB adalah PTM tertua di Indonesia, yang relatif lama “terlelap” dan berjalan mengalir tanpa sentuhan manajemen yang akseleratif.
Padahal Sumbar adalah wilayah ideologis Muhammadiyah yang melahirkan banyak kader, dan secara kuantitas juga relatif unggul anggotanya dibanding banyak daerah lain. “Oleh karena itu, memang harus ada upaya yang ekstra keras untuk mendorong UM Sumatera Barat agar bisa leading, baik di wilayah Sumbar sendiri maupun secara nasional, utamanya lagi dibanding PTMA lainnya,” pungkas Prof Edy dalam forum yang diikuti pimpinan dan pengurus UMSB. Dalam kesempatan itu, Rektor Riki Saputra menyampaikan laporan 13 item pendampingan dan masalah yang dihadapi. “Perubahan standar akreditasi dan juga adanya LAM yang berbayar akan menjadi masalah bagi kami. Juga pembelajaran hybrid selama covid berpengaruh pada proses dan kualitas pembelajaran di UMSB,” ujar Rektor UMSB Riki Saputra. []RED/ Diktilitbang