Dalam menanggulangi atau mengurangi resiko bencana, tidak cukup jika hanya dilakukan oleh suatu kelompok saja. Namun juga dibutuhkan kerjasama dan keterlibatan proaktif dari banyak pihak, baik itu pada pemerintah, kelompok atau organisasi masyarakat, pengusaha dan masyarakat sipil. Selain itu, dibutuhkan pula manajemen bencana yang baik dari kerjasama banyak pihak tersebut. Jika kerjasamanya berjalan dengan baik, maka manajemen bencananya juga akan berjalan dengan baik dan sukses mengurangi resiko bencana.
Demikian disampaikan Dr. Johan Minnie dari Aurecon Afrika Selatan, dalam acara seminar “Government and NGO Coorporation Platform on Disaster Risk Reduction” yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogkarta (UMY) di ruang sidang komisi AR Fakhruddin A lantai 5 kampus terpadu UMY, Sabtu (12/10). Aurecon merupakan perusahaan global yang memberikan layanan manajemen teknik, proyek dan sasaran teknis untuk sektor pembangunan internasional. Aurecon juga bertugas untuk memberikan solusi berkelanjutan terhadap tantangan pembangunan, termasuk pula manajemen resiko bencana.
Dalam sambutannya, Johan memaparkan bahwa dalam menangani bencana atau mengurangi resiko bencana, tidak bisa dilakukan secara individual. Tapi tetap harus saling bekerjasama. Pemerintah harus berpikir bagaimana seharusnya melihat bencana itu. “Ada hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, yaitu relationship management, kekuatan organisasi masyarakat, kekuatan keuangan atau ekonomi, dan kemampuan teknis. Keempat hal ini merupakan partner yang bisa dipilih untuk diajak bekerjasama untuk mengurangi resiko bencana,” paparnya.
Selain itu, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan tahapan-tahapan penanggulangan bencana kepada masyarakat. “Tujuannya, agar masyarakat bisa mengamankan dirinya saat terjadi bencana. Namun, kerjasama ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Masyarakat juga perlu memperkuat keterkaitannya dengan layanan pemerintah, sehingga dengan begitu mereka dapat merencanakan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi bencana,” ungkap Johan.
Pengurangan risiko bencana juga bisa dilakukan melalui analisis atau penelitian. Pemerintah, organisasi masyarakat, pengusaha dan masyarakat sipil juga bisa bekerjasama untuk melakukan analisis atau penelitian pada tempat-tempat yang berpotensi bencana. Penelitian ini meliputi analisis tata ruang, pemetaan bahaya dan kerentanan, analisis khusus gender, ketahanan seismik, penilaian risiko dan protokol manajemen untuk infrastruktur-infrastruktur penting, serta analisis kemungkinan dampak perubahan iklim dan tindakan pengurangan risiko yang sesuai,” jelasnya.
Dr. Alwyn Chilver, International Development Assistance Aureco, Australia, juga mengatakan bahwa pengusaha memiliki peran yang cukup besar dalam penanggulangan bencana. Perusahaan atau sektor-sektor swasta tersebut dapat mengupayakan solusi inovatif dan mendorong hasil pembangunan yang berkelanjutan, bagi masyarakat di lingkungan yang terkena dampak bencana.
Alwyn juga mengatakan bahwa penanganan pasca bencana melalui bisnis bisa dikatakan cukup potensial untuk Indonesia. Menurutnya, pemerintah, organisasi masyarakat, dan masyarakat sipil dapat melakukan kerjasama penanggulangan bencana sambil berbisnis. “Misalkan dengan cara memberikan bantuan mata pencaharian jangka pendek dan psikososial kepada korban bencana. Kemudian kita bisa melakukan kerjasama dengan pengusaha dan masyarakat sipil setempat atau pada korban bencana. Dengan begitu, perekenomian masyarakat bisa bangkit lagi. Masyarakat sipil dan perusahaan pun sama-sama mendapatkan untung,” paparnya.
Sumber : www.umy.ac.id/humas