Majelis Pendidikan Tinggi Pengembangan dan Penelitian (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menggelar Rapat Koordinasi Pengembangan Kelembagaan dan Internalisasi Al-Islam Kemuhammadiyah (AIK) di Ma’had kerja sama Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dengan Asian Muslim Charity Foundation (AMCF). Kegiatan ini laksanakan hari sabtu-ahad (19-20/10/18) di Hotel Grand Quality Yogyakarta.
Prof. Dr. H. Chairil Anwar Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah dalam sambutan pembukaan acara tersebut, menyampaikan kerja sama antara Muhammadiyah dan AMCF sudah berjalan lama dan terjalin dengan baik.“Berkat kerja sama itu, telah memiliki manfaat bagi syiar Islam,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia berharap dari rapat koordinasi selama dua hari, semoga bisa merumuskan model kerja sama kelembagaan antara kampus, ma’had, Majelis Tarjih sehingga mampu melahirkan ulama tarjih dan internalisasi AIK bisa berjalan massif di kalangan PTM. Oleh sebab itu, yang diundang dalam pertemuan kali ini adalah Majelis Tarjih, Majelis Tabliq, Majelis Pendidikan Kader (MPK), pengurus mahad di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).
Setelah pembukaan, dilanjutkan penyampaian materi pertama yang diisi oleh Ahmad Mutaqqin, M.Ag., M.A., Ph.D, dari Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. Dalam pandangannya, ada dua teologi muhammadiyah yang diwariskan oleh pendirinya, KH. Ahmad Dahlan, yakni Teologi Al Maun dan Teologi Wa-al’Ashr.
“Teologi Al-Maun menjadi ruh gerakan Persyarikatan Muhammadiyah yang orientasinya harus berpihak kepada mustadh’afin (kelompok/ orang yang lemah dan terpinggirkan) seperti fakir miskin, buruh, dhuafa, lansia, anak jalanan,”tuturnya.
Sedangkan Teologi Wa-al’ashr terkait pengeloaan Organisasi Muhammadiyah. Pesan dari teologi ini adalah Muhammadiyah sebagai organisasi harus dikelola secara profesional. Roda organisasi harus berjalan secara terencana, terprogram, terorganisir sehingga betul-betul nampak sebagai organisasi yang berkemajuan.
Hadirnya teologi di atas, masih menurut Muttaqin untuk melawan ideologi Attakaatsur. Ideologi ini cukup berbahaya, karena ideologi ini mengutamakan kapitalisme dan hedonisme. Sementara kelompok mustadh’afin luput dari perhatian. Karena salah satu alasan itulah, kenapa muhammadiyah hadir. (Dani Kurniawan)