SARMMI, Purwokerto (7/8)- Ternyata lebih dari satu abad yang lalu, Muhammadiyah sudah bergerak pada ranah kebencanaan. Saat Indonesia belum lahir, Muhammadiyah sudah mengirim relawan kemanusiaan ke Blitar, Jawa Timur, guna membantu korban erupsi Gunung Kelud. Sejarah penting bagi gerakan kerelawanan di Indonesia yang belum banyak diketahui publik itu, diungkap oleh Wakil Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Muhammad Adam Jerusalem, saat menyampaikan sambutan pada acara penutupan Munas SARMMI di Auditorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Minggu (7/8).
Ia melanjutkan pada 20 Mei 1912, tatkala terjadi erupsi Gunung Kelud yang menelan korban sangat banyak, Pimpinan Pusat Muhamadiyah kala itu, yakni Kyai Sujak di Kauman Yogyakarta, mengambil langkah tegas dan strategis untuk membantu korban erupsi Gunung Kelud. Peristiwa itu kemudian menginspirasi Kyai Sujak, KH. Ahmad Dahlan dan tokoh lainnya mendirikan suatu badan yang diberi nama PKU (Penolong Kesengsaraan Umum).
Gerakan filantropi Muhammadiyah tersebut kemudian melintas batas, jarak, budaya, religi, dan batas-batas lainnya. “Gerakan filatropi Muhammadiyah melintas batas-batas karena gerak dan dakwah Muhammadiyah secara genuine memang seperti itu,” paparnya secara daring. Gerak dan dakwah Muhammadiyah tidak berhenti pada ceramah-ceramah, fiqih, ibadah maupun agenda. Tetapi juga pada kegiatan praktis di masyarakat. Salah satunya adalah memberi pertolongan kepada masyarakat umum.
Terhadap kiprah SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia) di kebencanaan, Adam Jerusalem yang mewakili Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, menilai peran, gerak dan program SARMMI, sangat relevan dengan apa yang dulu dipikirkan oleh para pendahulu Muhammadiyah. “Peran SARMMI sangat signifikan dan esensial, karena peran SAR sangat dibutuhkan tatkala terjadi bencana alam, bencana kesehatan, dan bencana kemanusiaan,” terang Adam Jerusalem.
Meski demikian lanjutnya, pergerakan dan program pengurus baru SARMMi periode 2022-2024, harus bisa lebih progresif, dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, serta bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisiyah pada khususnya. SARMMI dengan berbagai kegiatannya, harus pula dapat membuat suatu program untuk meningkatkan kapasitas anggotanya. Capacity building ini terkait dengan memberikan pertolongan-pertolongan dan program-program untuk membantu korban bencana alam.
Tak kalah pentingnya untuk dilakukan SARMMI ke depan kata Adam Jerusalem, adalah membangun kerja sama, kolaborasi, komunikasi, dan kordinasi dengan SAR di Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisiyah lebih merekat. SARMMI adalah lembaga SAR yang bercirikan Muhammadiyah. Hal ini tentu membuat SARMMI berbeda dengan lembaga SAR lainnya. “Sehingga jika terjadi bencana di tempat tertentu, maka bisa dengan cepat simpul-simpul ini dikonsolidasikan, serta digerakan dengan efisien dan itu pasti efektif,” tambahnya. Kepada peserta Munas SARMMI, Adam Jerusalem berpesan tatkala terjadi bencana Persyarikatan Muhammadiyah, kader Muhammadiyah, anggota, simpatisan, dan jamaah Muhammadiyah tak boleh cuma melihat saja. Ini bertentangan dengan apa yang sudah dicontohkan oleh para pendahulu Muhammadiyah. “Jika terjadi bencana anggota SARMMI, masyarakat umum, warga Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisiyah, terutaman mahasiswanya harus dapat lincah, cekatan, dan tanggap dengan cepat atas bencana tersebut,” pungkas Adam Jerusalem. []Diktilitbang