Oleh: Syafiuddin
(Univeritas Muhammadiyah Makassar)

Konektifitas Asean/Asia

Eksistensi organisasi regional ASEAN mampu menarik minat berbagai aktor penting dalam tatanan hubungan internasional untuk terlibat diri di dalam kancah regionalisme ASEAN. Terdapat beberapa forum kerjasama bilateral, regional, dan multilateral yang digagas sejak regionalisme ASEAN mulai didirikan pada tahun 1967. Forum-forum kerjasama tersebut seperti: forum ASEAN – China, Jepang, Korea Selatan; ASEAN dalam East Asia Summit (EAS), ASEAN dalam Regional Forum (ARF). Selain itu terdapat pula kerjasama seperti ASEAN – Pacific Forum Island (PIF), ASEAN terkait US Lower-Mekong  Initiative, South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC), Shanghai Cooperation Organization (SCO), serta Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Keberadaan forum kerjasama serta berbagai macam kerjasama sub-kawasan dan ekstra regional lainnya, mengindikasikan bahwa posisi dan peran strategis ASEAN dalam politik internasional telah mengalami pencapaian yang cukup signifikan, sehingga mampu mempengaruhi berbagai aktor penting dalam tata hubungan internasional untuk dapat mempelopori kerjasama internasional, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral dalam rangka mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pemangku kepentingan (stakeholders).

Untuk mewujudkan Komunitas ASEAN yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, mempersempit kesenjangan pembangunan, dan meningkatkan keterhubungan di antara negara-negara ASEAN dengan sesama anggota dan dengan dunia internasional, terdapat tiga pilar ASEAN Connectivity sebagai rencana aksi, yakni (1) pengembangan konektifitas fisik (physical connectivity), (2) konektifitas institusional (institutional connectivity) dalam bentuk kelembagaan, mekanisme, dan proses yang efektif,
dan (3) konetifitas antar perorangan (people-to-people connectivity) dalam wujud penguatan antar-penduduk yang ditandai dengan peningkatan mobilitas masyarakat ASEAN. Konektivitas ASEAN akan sangat membantu dalam mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, memfasilitasi pasar dan jaringan produksi yang lebih terintegrasi, mendorong perdagangan antar-kawasan, menarik lebih banyak penanaman modal, serta mempromosikan dan memperkuat ikatan-ikatan budaya dan historis yang dimiliki oleh masing-masing negara.

Hubungan antar negara ini mengisyaratkan adanya bentuk komitmen negara-negara ASEAN yang konsekuensinya menuntut kesiapan negara masing-masing untuk terlibat secara fisik, institusi maupun perorangan bagi terwujud tujuan tersebut. Guna beradaptasi dengan sistem baru, Indonesia sudah seharusnya meningkatkan konektifitas domestiknya sebagai prasyarat dapat berperannya dalam konektifitas regional ASEAN. Dalam pandangan Indonesia konektifitas regional tersebut harus membantu memberdayakan dan mengembangkan ekonomi lokal sebagai upaya mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN. (B. Susantono, 2012).

Tulisan ini bertujuan mengetengahkan gagasan mengenai bagaimana pentingnya kelembagaan penyuluhan sebagai bagian yang dapat menempatkan posisinya secara strategis dalam menggagas perubahan-perubahan, mempersiapkan manusia pembangunan yang berdaya saing serta menciptakan masyarakat pembelajar sebagai bagian dari upaya memperkuat kelembagaan, menciptakan mekanisme dan proses yang efektif dan ikutmerealisasikan keterhubungan antar personal dalam meningkatkan mobilitas masyarakat sebagai pilar penting dalam konetifitas ASEAN/ASIA

Kelembagaan Penyuluhan: Antara Harapan dan Kenyataan

UU no 16 tahun 2006 mengisyaratkan adanya kembagaan penyuluhan yang terbentuk dan menunjukkan fungsinya dalam membangun dinamika dan daya saing bangsa, mulai pada tingkat nasional sampai ke tingkat masyarakat. Pada undang-undang tersebut kelembagaan penyuluhan mengemban fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan dapat terdiri dari (1) kelembagaan penyuluhan pemerintah (2) kelembagaan penyuluhan swasta (3) kelembagan penyuluhan swadaya.

Adanya kelembagaan penyuluhan yang berdiri sendiri pada berbagai tingkat wilayah diharapkan dapat menjamin terselengaranya (1) Fungsi perencanaan dan penyusunan program penyuluhan (2) Fungsi penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, model usaha agrobisnis dan pasar bagi petani di pedesaan. (3) Fungsi pengembangan SDM pertanian untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan. (4) Penataan administrasi dan piningkatan kinerja penyuluh pertanian yang berdasarkan kompetensi dan profesionalisme. (5) Kegiatan partisipasi petani-penyuluh dan peneliti. (7) Fungsi supervisi, monitoring, evaluasi serta umpan balik yang positif bagi perencanaan penyuluhan kedepan.

Peran kelembagaan penyuluhan di tingkat Kabupaten kota, kecamatan, dan tingkat kelembagaan petani antara lain: (1) Sebagai sentra pelayanan pendidikan non-formal dan pembelajaran petani dan kelompoknya dalam usaha agrobisnis. (2) Sebagai sentra komunikasi, informasi dan promosi teknologi, sarana produksi, pengolahan hasil dalam berbagai model agobisnis. (3) Sebagai sentral pengembangan SDM pertanian dan penyuluhan berbasis kerakyatan, sesuai kebutuhan petani dan profesionalisme penyuluhan pertanian.(4) Sebagai sentra pengembangan kelembagaan sosial ekonomi petani. (5) Sebagai sentra pengembangan kompetensi dan profesionalisme penyuluh pertanian. (6) Sebagai sentra pengembangan kemitraan dengan dunia usaha agribisnis dan lainnya.

Peran kelembagaan ini perlu dicermati kembali guna memahami kondisi dan karakteristiknya sehingga dapat diidentifikasi masalah dan potensi yang dapat menjadi landasan dalam memikirkan langkah-langkah yang tepat untuk menajamkan misi kelembagaan penyuluhan sesuai fungsinya dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dan peningkatan saya saing bangsa. Gambar berikut bermaksud menjelaskan suatu kerangka konsep yang memperlihatkan posisi kelembagaan penyuluhan di tingkat implementasi dalam kerangka membangun kekuatan pelaku utama dan pelaku usaha baik individu maupun kelompok.

[fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”]

Gambar 1. Kelembagaan penyuluhan dalam kerangka sistem kemasyarakatan.
Gambar 1. Kelembagaan penyuluhan dalam kerangka sistem kemasyarakatan.

Gambar 1 menunjukkan posisi kelembagaan penyuluhan yang mengayomi kepentingan petani sebagai pelaku utama, kelembagaan komunitas/kelompok tani sebagai wadah petani mengembangkan dirinya baik untuk kepentingan sosial maupun untuk kepentingan ekonomi dan komponen pelaku usaha pada subsistem pasar. Bentukan sistem ini mengubungkan komponen yang terlibat aktif dalam penyuluhan (baik sebagai pelaku utama maupun pelaku usaha) dalam suatu struktur fungsional. Bila kelembagaan penyuluhan berfungsi baik, kuat dan memuaskan maka akan menjadi stimulus bagi komponen lainnya untuk tumbuh dan berkembang sebagai basis pembangunan berkelanjutan. Lingkaran kecil adalah kelompok di tingkat komunitas yang mulai menguat, mendekati aktifitas sistem pasar sebagai pelaku usaha. Bila lingkaran kecil semakin dekat dan menyatu dengan sistem pasar maka kelembagaannya semakin kuat dan ber
metamorfosa menjadi kelompok usaha. Kondisi inilah yang diharapkan tumbuh pada sistem ini, sehingga mampu melahirkan dinamika masyarakat yang berdaya saing.

Namun demikian, bertolak dari kondisi kelembagaan penyuluhan yang sementara ada, terdapat beberapa masalah yang dapat dikemukakan sehubungan dengan bentukan sistem tersebut yakni:

  1. Peran kelembagaan penyuluhan masih jauh dari yang diharapkan. Selain sebahagian belum terbentuk secara mandiri, sebagian lain masih berjalan sesuai alur proyek pembangunan. Contoh di Sulawesi Selatan masih banyak kabupaten belum membentuk kelembagaan penyuluhan sesuai amanah undang-undang. Setiap daerah mempunyai pandangan berbeda tentang kelembagaan penyuluhan. Di tingkat kecamatan belum seluruhnya memiliki BPP walaupun idealnya 1 kecamatan harus memilki satu BPP.
  2. Pada tingkat implementasi hampir semua garis yang menghubungkan setiap komponen pada sistem tersebut masih belum fungsional karena berbagai macam sebab misalnya jumlah penyuluh masih kurang, penyuluh tidak kompeten dan kurang mampu membangun konsolidasi programnya dengan masyarakat sasaran.
  3. Lemahnya kinerja penyuluhan menyebabkan petani dan kelompok tani sebagai wadah pengembangan di tingkat komunitas belum mampu menunjukkan kinerjanya sebagai kelompok yang kuat dan pelaku utama yang mandiri. Di Sulawesi Selatan misalnya, dari 2048 Gapoktan penerima dana PUAP sejak tahun 2008-2011 dengan dana sekitar 204,8 miliyar belum menampakkan adanya hasil yang memadai. Beberapa penelitian mahasiswa tentang PUAP menyimpulkan program PUAP menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
  4. Kelembagaan penyuluhan yang sudah ada belum terjalin keterhubungan yang intens. Antar kelembagaan penyuluhan kurang terjalin dalam koordinasi yang saling mendukung, baik sesama lembaga penyuluhan maupun dengan dengan pihak-pihak lain yang terkait.
  5. Upaya yang dilakukan lembaga penyuluhan dalam mengimplementasikan program masih terkendala penganggaran sehingga menempatkan kelembagaan penyuluhan dalam posisi yang lemah.

Penguatan kelembagaan Penyuluhan

Berdasarkan masalah yang telah disebutkan seyogianya dipikirkan berbagai upaya dalam penguatan kelembagaan penyuluhan sehingga berfungsi sebagai motor penggerak dinamika masyarakat guna mendukung tiga pilar konetifitas ASEAN/ASIA. Tentang pentingnya penyuluhan bagi kepentingan bangsa, penulis mengutip dialog Anton Supit Ketua Asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO) dengan H.M.Yusuf Kalla yang mengatakan “persoalan kita disini adalah produktifitas. Seperti ada kemunduran yang cukup besar. Kalau saya jujur, adalah ketidak seriusan untuk membenahi masalah. Kondisi ini perlu keseriusan semua pihak, semua stakeholders. Tentu saja aspek leadership pemerintah sangat penting. Kita memiliki air ,matahari, tanah yang subur yang dikaruniai Tuhan. Kita memiliki petani yang handal dan ulet. Pabrik pupuk tersedia. Peralatan pertanian modern telah digunakan di desa-desa. Sistem pemasaran sudah cukup bagus. Apa yang kurang untuk mendongkrak produktifitas? saya melihat satu hal yang kurang adalah penyuluhan, untuk mengikat komponen-komponen itu menjadi satu kekuatan nasional. Kita lemah di sektor ini. Jangan anggap remeh, pertanian di Amerika sukses karena peranan penyuluhan pertanian. Bukan sekedar penyuluh, tapi penyuluh yang punya kompetensi pertanian. Kita perlu itu”.

Pernyataan ini disambut Yusuf Kalla “ Ini pandangan dan sharing pemikiran yang luar biasa. Tentu saja saya setuju tentang peranan penyuluhan pertanian. Dulu pernah saya katakan, kurangi setengah jumlah staf dikantor departemen pertanian supaya ada yang bisa berkantor dilapangan . Kita harus mempunyai kebijakan pertanian, terutama mengelola setiap potensi yang kita miliki. Pengelolaan alam yang kaya raya ini perlu manusia-manusia yang berkarakter dan berkompetensi”. Pada bagian lain Yusuf Kalla berkomentar: saya kira cara yang paling efektif untuk memberdayakan nelayan adalah dengan penyuluhan. Kalau ada 50 persen dari 10.640 desa di Indonesia memiliki tenaga penyuluh maka kondisi nelayan akan lebih baik. (Yusuf Kalla, 2013)

Kutipan pernyataan tersebut menunjukkan begitu pentingnya penyuluhan bagi kemajuan bangsa. Tidak hanya sekedar itu, penyuluhan dapat menyelesaikan banyak persoalan, merangkai dan menyatukan berbagai komponen dalam memacu produktifitas. Oleh karena itu penguatan kelembagan penyuluhan mutlak menjadi sesuatu yang penting dalam kerangka yang lebih strategis. Oleh karena itu perlu dipikirkan langkah:

  1. Persiapan dengan melanjutkan upaya pembentukan kelembagaan penyuluhan sampai ditingkat desa/kelurahan sesuai isyarat undang-undang serta berupaya membangun kesadaran bersama mengenai mengenai pentingnya peran kelembagaan ini.
  2. Penguatan kemampuan pengorganisasian. Sebagaimana organisasi/institusi umumnya, kelembagaan penyuluhan secara garis besar mengemban tugas mengelola sumber berkenaan dengan pembelajaran masyarakat tani selain mengolola organisasinya guna menjamin kontinuitas program penyuluhan. Keterlatihan dalam pengorganisasian diharap melahirkan kembagaan yang kuat dan memiliki kemampuan mengorganisir diri (self organizing cupability) guna menghadapi perubahan-perubahan di masa depan.
  3. Peningkatan komitmen dan kemampuan (cupability building) penyuluh sebagai penggerak kelembagan penyuluhan. Komitmen dan kemampuan tersebut akan mengantar kelembagaan penyuluhan memilki penyuluh yang kompeten dan dapat beradaptasi secara lebih luas dengan mengintegrasikan tujuan-tujuannya secara laten.
  4. Penguatan Jejaring kelembagaan penyuluhan untuk membangun fondasi daya saing pengembangan sistem Agribisnis, fondasi tersebut dapat diilustrasikan seperti yang dilihat pada Gambar 2.

[/fusion_builder_column][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”]

Gambar 2 Sistem Agrobisnis Berdaya Saing
Gambar 2 Sistem Agrobisnis Berdaya Saing

Bagan pada Gambar 2 menjelaskan kelembagaan penyuluhan harus memperkuat jejaring dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Misi nya adalah menyiapkan SDM terlatih, mengembangkan dan memanfaatkan bio/agroteknologi sebagai sumber belajar bagi sistem Agribisnis sehingga menghasil produk pembibitan, produk budidaya dan produk prosessing dan pengolahan. Misi lain adalah penguatan kelembagaan usaha yang mampu mengelola dan memasarkan produk pada tiga kelompok aktifitas yang ada pada sistem agribisnis sehingga mampu memberi nilai tambah sebelum produk-produk tersebut dipasarkan. Prinsip daya saing yang perlu diemban adalah menghasilkan produk yang berbeda, dengan biaya yang murah serta dapat direspon oleh pasar dengan lebih cepat. Semua ini bisa terlaksana bila didukung oleh kebijakan pemerintah kondusif dan anggaran yang memadai.

Kesimpulan

Konektifitas Asean/ Asia berlandaskan pada tiga pilar utama yakni, konektifitas fisik, konektifitas kelembagaan dan mobilitas masyarakatt. Konektifitas tersebut menuntut adanya kesiapan. Kelembagaan penyuluhan diharapkan menjadi kekuatan nasional dalam menggagas perubahan masyarakat dan mempersiapkan manusia pembangunan yang mampu dan dinamis. Dalam kondisi kelembagaan penyuluhan yang masih syarat dengan masalah dewasa ini tetap diharapkan berperan aktif dalam menciptakan perubahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penguatan kemampuan pengorganisasian, peningkatan komitmen dan kemampuan penyuluh. Kemampuan tersebut berfungsi sebagai penggerak, dalam penguatan jejaring kelembagaan penyuluhan dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam menciptakan SDM terlatih, beradaptasi dengan bio/agroteknologi guna menggerakkan sistem agrobisnis berdaya saing.

Sumber : UNISMUH.AC.ID

[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]

PENGUATAN KELEMBAGAAN PEYULUHAN MEMASUKI KONEKTIFITAS ASEAN/ASIA (KASUS KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN/AGRIBISNIS)

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *