“Gairah menulis buku di fakultas hukum ini luar biasa,” jelas Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr. Syaiful Bakhri saat memberi sambutan pada acara Refleksi Akhir Tahun Fakultas Hukum UMJ dengan tema Penangguhan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi Antara Kriminalisasi dan Persamaan di Depan Hukum di Ruang Prof. Arso Sostroatmojo, SH., Rabu (30/12) kemarin.
Refleksi akhir tahun ini diisi dengan dua agenda yaitu launching buku karya dua dosen FH UMJ Dr. Nizam Burhanudin, SH., MH., dengan judul Hukum Keuangan Negara dan Ibnu Sina Chandranegara, SH., MH., yang berjudul Legal English dan diskusi dengan narasumber Aktivis Anti Korupsi Dr. Bambang Widjojanto, SH., MH.
Lebih lanjut Rektor menegaskan bahwa gerakan mari menulis yang telah digagas pertama kali di pertengahan tahun ini akan terus dikembangkan. Ia berharap gerakan tersebut dapat memotivasi dosen-dosen di lingkungan UMJ untuk menuliskan gagasan dan pemikirannya ke dalam sebuah buku. “Dosen harus menulis,” pungkasnya.
Saat menguraikan buku terbarunya, Nizam mengatakan bahwa sejak 2004 penyelesaian kerugian Negara belum selesai. Ia dengan tegas menyatakan jika ada unsur melawan hukum pada kerugian Negara. Tapi, menurutnya yang paling penting adalah bagaimana memulihkan kerugian Negara tanpa proses pidana.
Sedangkan Ibnu Sina, saat memberikan ulasan bukunya tentang bahasa hukum, menyayangkan kajian-kajian bahasa hukum yang masih tertinggal dibanding kajian-kajian bahasa lainnya. “(kajian, red) Bahasa Inggris hukum di Indonesia sangat langka,” katanya tegas.
“Dalam pemaknaan bahasa Inggris ilmu hukum, sangat tergantung dari ruang, waktu dan yurisdiksi,” jelasnya lagi. Karena itu, menurutnya, bahasa Inggris ilmu hukum terkait erat dengan masalah kultural.
Sebagai narasumber, Bambang Widjajanto lebih banyak menguraikan seluk beluk korupsi di Indonesia. Sepanjang 2015, menurut mantan Wakil Ketua KPK ini, setidaknya ada 7 (tujuh) fakta penting dalam dinamika pemberantasan korupsi yaitu: tragedi pemberantasan korupsi, penilaian publik tentang adanya absurditas dalam pemilihan dan sikap pimpinan KPK, banyak kasus korupsi sepanjang 2015 yang ditangani lembaga penegak hukum, kepolisian sebagai lembaga penegak hukum memperlihatkan “geliat” pemberantasan korupsi, adanya dualisme proses penegakan hukum yang potensial menyebabkan terjadinya kriminalisasi, kebijakan remisi terpidana korupsi indikasi adanya ketidakkonsistenan dalam pemberantasan korupsi, dan perlunya kebijakan yang kuatdalam mengoptimalkan pemberantasan korupsi. (Humas)