Umumnya, limbah tebu tidak pernah dijadikan bahan olahan lain oleh kebanyakan orang. Kebanyakan dari kita pun mungkin juga tidak pernah berfikir bahwa limbah tebu tersebut ternyata dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan olahan untuk pembangunan. Inilah yang kemudian menjadikan Hernawan Fajar, Aditya Wibawa Mukti, dan Alfi Arifai (mahasiswa Teknik Sipil UMY) memanfaatkan limbah tebu tersebut untuk campuran pembuatan beton.
Hasil inovasi dan kreativitas dari mereka bertiga pun membawa kemenangan untuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam ajang Concrete Competition D’Village 5th Edition yang diselenggarakan pada 24-26 April 2015 di Institut Teknologi Surabaya (ITS). “Ide memanfaatkan limbah tebu ini sebenarnya kita dapat dari mas Aditya, yang waktu itu membaca 3 jurnal, di mana dalam jurnal tersebut menyarankan ketiga limbah ini untuk digabung karena nantinya akan menghasilkan beton yang baik, akhirnya dari situlah kami membuat beton dari limbah tebu. Pemanfaatan limbah ini juga didukung dengan tema yang ada, yaitu memanfaatkan limbah lokal, “ jelas Hernawan Fajar saat di wawancarai pada Jum’at (7/5) di BHP UMY.
Fajar menambahkan, bahwa limbah tebu yang digunakan ada 3 macam, pertama, satu beton ditambahkan dengan abu ampas tebu. Kedua, satu beton ditambahkan abu ampas tebu teraketel, dan ketiga, satu beton ditambahkan dengan molase atau cairan gula yang sudah dikristalkan berulang-ulang yang tidak bisa digunakan lagi. “Dari ketiga campuran limbah tersebut akhirnya kita jadikan satu dan dicampurkan dengan beton, “ tambahnya.
Dalam pembuatan beton ini ada beberapa hal yang harus diperhitungkan, yaitu kekuatan dan juga ketepatan. “Untuk total pembuatan beton ini kami hanya diberi waktu 30 hari, untuk pembuatan beton ini kami hanya membutuhkan waktu satu hari saja untuk membuat adonannya. Namun, bukan hanya berhenti di situ saja, kita tetap harus melakukan pengujian kekuatan dan ketepatan beton tersebut. Waktu pengujian kita lakukan pada hari ke-14 yang kita uji di laboratorium UMY dan hari ke-28 kita lakukan pengujian di ITSnya, “ jelasnyanya.
Fajar kemudian menambahkan bahwa, awalnya mereka agak pesimis dengan hasil pengujian pada hari ke-14 yang dilakukan di laboratorium. Karena hasilnya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan yaitu hanya 16-17 Mpa padahal pada ketentuan lomba kekuatannya harusnya 30 Mpa. “Pada hari ke-28 akhirnya beton itu diuji lagi, namun kali ini langsung di ITS waktu lomba dan ketika diuji hasilnya sangat mencengangkan karena target yang kita buat malah melebihi yaitu 30-37 Mpa. Di situ kita merasa sangat senang sekali, “ tambahnya gembira.
Namun, bukan hal mudah untuk Fajar, Alfi, dan Aditya untuk bisa mencapai kemenangan itu ada beberapa hambatan yang mereka temui. “Untuk hambatannya tentu ada, misalnya soal waktu kita merasa kesulitan untuk menyamakan waktu karena kami punya kesibukkan masing-masing. Selain itu waktu lombanya juga mepet jadi kekurangan waktu. Untuk bahan pembuatannya kami sedikit memiliki hambatan, karena waktu itu kita survey ke madukismo untuk minta bahan untuk tebunya tapi perizinannya sulit. Akhirnya kita dapat bahan itu di laboratorium kampus, jadi sebuah keberuntungan buat kami selalu diberi jalan keluar setiap ada kesulitan, “ terang Fajar.
Alfi Arifai juga menjelaskan, bahwa dalam kompetisi ini ada 2 tahap yang dilalui, pertama pengumpulan proposal yang akhirnya hanya terpilih 5 Unversitas di Indonesia yang pada saat itu UMY adalah satu-satunya Universitas Swasta yang masuk dalam 5 besar. “Kedua, pengujian beton yang dibawa langsung ke ITS dan akhirnya kita mendapatkan juara pertama dan berhasil mengalahkan Universitas Negeri Jember (UNEJ), Universitas Negeri Malang (UNM), Universitas Negeri Bangka Belitung (UBB), dan Universitas Indonesia (UI), “ jelasnya.
Dengan kemengan yang sangat apik ini membuat Fajar, Alfi dan Aditya mengubah pandangannya tentag kualitas Universitas Swasta dan Negeri. “Setelah berhasil mengalahkan Universitas Negeri saya jadi merubah pandangan saya, bahwa sebenarnya dari segi kualitas tidak beda jauh, yang membedakan kalau kita terus berusaha tentunya kita akan berada di depan mereka. Jadi, jangan pernah merasa minder kalau kalian kuliah di Universitas Swasta yang menentukan kualitas itu ya dirimu sendiri, “ timpal Fajar lagi.
Alfi juga berharap bahwa kemengan ini tentunya tidak akan membuat mereka untuk terus puas, sebab masih banyak kompetisi-kompetisi lain yang dapat mengembangkan kemampuan mereka. “Bagi adik-adik kelas yang nantinya akan mengikuti lomba, kami sarankan untuk bisa menggunakan nama tim kami yaitu “Yogyakarya”. Karena nama tim ini juga sebenarnya bisa dijadikan sebagai branding untuk Prodi Teknik Sipil di UMY ini, “ tutupnya.
Sumber : UMY