PKMAH UMM Siapkan Mahasiswa Jadi Auditor Halal

Berlakunya  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) membuat perusahaan-perusahaan pangan, obat-obatan  dan kosmetika di Indonesia dituntut menjamin produknya agar aman dan halal. Konsekuensinya, auditor halal internal (AHI) semakin dibutuhkan, terlebih di tengah minimnya profesi tersebut.

Kenyataan tersebut direspon cepat oleh Pusat Kajian Makanan Aman dan Halal (PKMAH) bentukan Program Studi Ilmu Teknologi Pangan (ITP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menyiapkan lulusannya agar bisa menjadi auditor halal internal. Hal itu diwujudkan melalui kegiatan ‘Workshop Sertifikasi Halal dan Penguatan Bekal Auditor Halal Internal’ yang berlangsung di Ruang Sidang Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMM, Senin (25/5).

Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Pusat, Ir Hj Osmena Gunawan yang hadir sebagai pembicara mengatakan, saat ini masyarakat butuh diyakinkan bahwa produk yang digunakan sepenuhnya halal. Untuk itu, sejak 2012 LPPOM-MUI memberlakukan sistem jaminan halal HAS 2300 yang telah menjadi rujukan internasional dan diakui oleh World Halal Food Council (WHFC).

Bagi Osmena, penerapan sistem jaminan halal (SJH) ini amat penting, baik dalam perspektif teknologi, manajemen maupun bisnis. “Terlebih, saat ini tren pasar global terhadap produk halal tengah meningkat. Jadi, kebutuhan auditor halal tidak hanya secara nasional, tapi juga internasional, apalagi menjelang berlakunya pasar global dan terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN.”

Ketua PKMAH UMM Dr Ir Elfi Anis Saati MP menambahkan, di tengah tuntutan pasar global terhadap sertifikasi halal, nyatanya kondisi keamanan dan kehalalan pangan di Indonesia amat memprihatinkan. Elfi mencontohkan, tak sampai 15 persen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang sudah tersertifikasi halal.

“Untuk bisa memperoleh sertifikasi halal, sebuah UMKM harus memiliki perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) terlebih dahulu. Nah, di Indonesia UMKM yang memiliki izin PIRT hanya sekitar 45 persen saja. Jadi tugas kita, selain menyiapkan lulusan sebagai auditor halal internal, juga mendampingi UMKM agar tersertifikasi halal,” terang Elfi yang juga dosen ITP UMM ini.

Menurut Elfi, workshop ini sangat menguntungkan bagi mahasiswa ITP UMM karena bisa menjadi bekal selepas lulus nantinya. “Dulu, untuk bisa mengikuti acara seperti ini saya harus pergi ke Bogor, waktu itu bayarnya 300 ribu. Sekarang, untuk bisa ikut workshop seperti ini kita harus bayar sampai dua setengah juta. Nah, khusus mahasiswa ITP UMM kita gratiskan,” ujarnya.

Menindaklajuti kegiatan workshop ini, PKMAH UMM juga akan mengadakan seminar tentang ‘Pentingnya Sertifikasi Halal: Prospek, Manfaat, dan Peluang Bagi Perusahaan serta Pengembangan IPTEKS dalam Menyongsong Perdagangan Global’ pada 11 Juni 2015 di UMM Dome. Seminar menghadirkan direktur LPPOM-MUI Jawa Timur Prof Dr Sugijanto MKes Apt dan kepala Quality Assurance (QA) Perusahaan Cleo Pandaan-Pasuruan, di mana ketua PKMAH UMM Elfi Anis Saati juga bertindak sebagai pembicara. (han)

Sumber : UMM

Prof Bambang Minta Dosen PTM ‘Ngedan’

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) harus berani tidak mengikuti pemerintah, jika ingin punya daya saing yang lebih baik.

“Kalau kita terjebak mengikuti pemerintah terus posisinya akan berada di kelas dua. Kita harus berani tidak mengikuti pemerintah agar bisa bersaing atau menjadi nomor satu,” kata Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Dr Bambang Setiaji MS, pada pembukaan Konferensi Nasional Ekonomi dan Bisnis Forum Dekan Ekonomi & Bisnis PTM se Indonesia, Rabu.

Keberanian ‘ngedan’ dalam melakukan inovasi kurikulum FEB sangat dibutuhkan. Karena masing-masing sebenarnya memiliki kesempatan 40 persen untuk mengisi keunggulan yang diinginkan. “Kalau 100 persen mengikuti kurikulum pemerintah mau tidak mau hanya berada di urutan kedua. Jadi porsi 40 persen yang ada harus dikerjakan secara maksimal untuk memberikan keunggulan lulusan FEB PTM.”

Prof Bambang mengakui untuk mengajak ke sana tidaklah mudah. Dicontohkan UMS dulu pernah memberikan tambahan mata kuliah Bahasa Inggris menjadi 32 SKS. Peningkatan ini perlu dilakukan mengingat instansi dan perusahaan membutuhkan kompetensi tersebut. Ternyata para dekan menyatakan keberatan dan akhirnya kembali ke bobot SKS seperti semula.

Konferensi Nasional Ekonomi dan Bisnis Forum Dekan FEB PTM se Indonesia diikuti 40 peserta dari 15 PTM dari Aceh, Palembang, Palu dan Jawa. Setelah pembukaan dilanjutkan keynote spekers Dr Lukman Hakim dari FEB Universitas Sebelas Maret (UNS). (Qom)

Sumber : www.krjogja.com