Ketua Forum Kesehatan Kerja Eropa Berikan Kuliah Umum di Unimus

Gaya hidup instan itu tercermin dari pola makan seadanya. Rendah serat berlebih kalori. Hasilnya yang paling sering dijumpai adalah obesitas atau kelebihan bobot badan, tutur pakar kesehatan Groningen Dr Gert Kooster di Universitas  Muhamadiyah Semarang (Unimus), Rabu (15/10). Dua pakar kesehatan dari Groningen yakni Gert dan Lailana Purvis, datang ke Indonesia bagian dari kerja sama internasional di antara dua institusi. Mereka memberikan kuliah umum di hadapan seratusan mahasiswa Rabu (15/10). Hadir Rektor Unimus Prof Dr Djamluddin Darwis.

Menurut Gert kesadaran akan bahaya gaya hidup mulai tumbuh di Eropa. Warga di benua empat musim itu tak ingin terlilit penyakit lantaran pola makan asal. Mereka bahkan memberi label makanan sampah (junk food) untuk beberapa produk masakan cepat saji. Masakan yang diolah dengan penyajian cepat ditengarai berisiko memicu penyakit jantung, stroke, diabetes, hingga hipertensi. Mereka memberi label sampah karena masakan semacam itu rendah serat, penuh asupan gula, dan tinggi kalori. Keseringan mengkonsumsinya dampak yang paling dirasakan adalah obesitas. Berawal dari kegemukan banyak penyakit mengintai Negara Berkembang

B_unimusIMG_8800
Lailana Purvis menambahkan, persoalan gaya hidup menjangkiti negara-negara berkembang seperti Indonesia. Manusia dari negara berkembang umumnya tak menyadari betul pengaruh pola hidup untuk kesehatan. Tahu-tahu, orang mulai merasakan gejala penyakit dipicu model hidup sekenanya. Selain butuh sesekali konsultasi kepada pakar kesehatan, masyarakat harus berhenti mengendalikan pola hidup tak sehat. Aktivitas berolahraga misalnya bisa membantu mengurangi ancaman terbelit penyakit. Banyak pilihan menyehatkan tubuh dengan cara ini. Dia pun menyarankan kembali pada metode kearifan lokal yang menjadi kasanah budaya negara-negara di benua Asia. Kalau di Tiongkok ada senam sehat ala Taichi di Indonesia pun ada. Saya pernah mendengar kesenian bela diri pencak silat yang sangat menyehatkan tubuh,” tutur Lailana. (H41-87)

Sumber : www.unimus.ac.id