Mahasiswa UMM Ciptakan Kapal Selam, Tingkatkan Keamanan Sektor Maritim

Muhammad Syukron memenuhi undangan dari Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Markas Besar (Mabes) TNI, pada Jumat (26/04). Pasalnya, Mahasiswa yang berasal dari Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang ini telah berhasil menciptakan kapal selam tanpa awak yang mampu melakukan pemantauan, Patroli Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) hingga operasi Search And Rescue (SAR).

Berawal dari ketertarikan kapal selam yang Syukron rancang, Panglima Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., menjanjikan untuk menjembatani proyek tersebyt untuk diteruskan ke Kementrian Pertahanan (Kemhan) dan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).

Membutuhkan waktu 1.5 tahun, Kapal selam ini memiliki banyak keunggulan salah satunya yaitu kapal selam ini dapat menggunakan wireless (nirkabel). Selain itu, kapal selam ini menggunakan sistem ballast sehingga lebih hemat baterai. “Dengan menggunakan sistem ballast, membuatnya menyerap air saat menyelam dan menyemburkan air naik ke permukaan, seperti kapal sungguhan” terang Syukron dikutip dari rilis yang kami terima. []APR

FPP Kaji Peran Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

“Seandainya Indonesia bisa memanfaatkann lautnya sejak dulu, tidak perlu lagi menyandarkan pembangunan kepada hutang-hutang Internasional. Indonesia harus dapat menjadikan laut sebagai tulang punggung pendapatan negara untuk disebut sebagai negara Maritim.”
Demikian disampaikan pendiri pusat kajian Chandra Motik Maritime Center, Dr. Chandra Motik yusuf, S.H. M.Sc dihadapan 125 mahasiswa baru angkatan 2016 Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian-Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Basement Dome UMM, Jumat (14/10). Kuliah Tamu ini bertajuk “Maritim Sebagai Kiblat Pembangunan Nasional Indonesia”.
Chandra mengungkapkan, Ir. Djuanda menyadari sejak dulu bahwa masa depan Indonesia ada di laut. “Inti dari Deklarasi Djuanda adalah mewujudkan Wawasan Nusantara, laut sebagai pemersatu, bukan bukan pemisah. Konektivitas antar pulau dan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan harus terwujud,” papar Chandra yang pada 2015 lalu meraih penghargaan Menteri Perhubungan Republik Indonesia sebagai Women on Maritime 2015.
Deklarasi Djuanda, kata Chandra, telah mengamanatkan bangsa ini untuk memanfaatkan laut sebagai modal pembangunan Negara Indonesia, yang kemudian disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Sejak dulu, lanjut Chandra, posisi Indonesia sudah dikenal sebagai poros dunia. Posisi yang strategis ini telah dimanfaatkan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan lainnya baik dalam perniagaan maupun dalam usaha memperluas wilayah kerajaan. “Karena letak yang strategis ini banyak negara yang ingin menguasai Indonesia, di mana pada akhirnya Belanda yang berhasil menguasai Indonesia paling lama,” terangnya.
Menurutnya, untuk dapat memanfaatkan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, diperlukan infrastruktur Kemaritiman yang dapat mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim. “Dengan infrastruktur Kemaritiman yang komprehensif, integral dan holistik maka konektifitas antar pulau dapat terwujud. Setelah konektivitas antar pulau terwujud, selanjutnya konektivitas antar negara, di mana Indonesia sebagai pusat Industri pelayaran internasional,” paparnya.
Namun demikian, untuk sampai bisa dijadikan poros maritim dunia, Indonesia masih harus banyak menyelesaikan problem kondisi infrastruktur dan konektivitas maritim saat ini. Diakuinya, kondisi infrastuktur dan konektivitas maritim saat ini masih jauh dari cukup untuk dapat memanfaatkan potensi laut ataupun menuju negara maritim.
“Infrastruktur pelabuhan belum memadai, masa tunggu untuk sandar dan bongkar muat yang lama. Selain itu, sistem keamanan muatan barang yang lemah, terutama untuk barang muatan berbahaya. Infrastruktur pelabuhan yang belum mencukupi di pulau-pulau kecil. Juga, instrumen hukum yang belum memberikan rasa aman kepada industri pelayaran dan juga kedaulatan negara,” tukasnya.
Sumber : www.umm.ac.id