Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) bicara mengenai prosedur penanganan kasus kekerasan seksual pada Sabtu (19/2) lalu. Paparan tersebut disampaikan oleh Lembaga Kajian Gender (LKG) UM Surabaya. Mas’ulah, Kepala LKG UM Surabaya, memberikan tanggapan mengenai kemungkinan apabila ada pelaku kekerasan seksual di wilayah kampus yang berlindung di dalam baju jabatan struktural, administratif, maupun akademik.
Mas’ulah membuka paparannya dengan mengatakan bahwa latar belakang perbincangan ini adalah temuan ketimpangan relasi kuasa yang biasanya ada antara pelaku dan penyintas dalam kasus kekerasan seksual. “Lokus, fokus, dan modus kekerasan seksual di perguruan tinggi dan satuan pendidikan lainnya berbeda dari tempat lain. Kecenderungannya adalah pelaku bukannya tidak berpendidikan, tetapi punya kuasa dalam berbagai bentuk dan tingkatan,” ujarnya dalam situs resmi UM Surabaya.
Selanjutnya, langkah Universitas Muhammadiyah Surabaya mencegah adanya kasus kekerasan seksual di kampus yakni dengan dual action, di antaranya antisipasi dan mitigasi. Pertama, membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Perguruan Tinggi. Adanya Satgas ini juga menjadi tindak lanjut Peraturan Mendikbud Ristek RI No 30 Tahun 2021. Kedua, memastikan pelaku kekerasan seksual akan menjalani proses tegas dan mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang.
Mas’ulah menegaskan pentingnya penguatan pendidikan nilai, baik nilai agama, budaya, maupun sosial kemasyarakatan. Ia memaparkan langkah preventif lain, yakni dengan memberikan pendidikan seksualitas. Pengetahuan mengenai hal tersebut meliputi pemahaman tentang pelecehan seksual, perundungan, hingga langkah melaporkan kejadian pelecehan seksual.