KETUA Umum Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) se-Indonesia, Muhadjir Effendy, mendesak agar Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI nomor 3389 ditinjau ulang. Hal ini disampaikan usai memimpin rapat Koordinasi BKS-PTIS di auditorium Taman Rekreasi Sengkaling UMM, Malang, Sabtu (15/3).

Muhadjir yang juga rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menilai keputusan Dirjen Pendis tentang pembentukan dan penamaan fakultas dan jurusan di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) itu kurang sensitif dan responsif terhadap realitas. “Itulah sebabnya, BKS PTIS mengkaji keputusan itu baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis,”.

Pembahasan diikuti sejumlah pimpinan PTAIS yang tergabung dalam BKS PTIS. Selain UMM yang menjadi tuan rumah, hadir dalam pertemuan itu rektor atau pimpinan dari UMI Makasar, Unisba Bandung, UIK Bogor, UII Yogyakarta, Uhamka Jakarta, UM Palembang, UMSU Medan, UMSIDA Sidoarjo, Unisula Semarang, UMJ Jakarta.

Dicontohkan Muhadjir, setiap perguruan tinggi memiliki kekhasan sehingga penamaannya sangat tergantung kondisi masing-masing perguruan tinggi itu. Mereka memiliki statuta sendiri-sendiri yang didasarkan pada filosofi perguruan tinggi yang bersangkutan. Disamping itu, konsekuensi dari keputusan itu, salah satunya, membuka prodi baru di bawah sebuah fakultas, sesuatu yang belum tentu sesuai kebutuhan maupun kemampuan.

“Untuk PTAI Swasta, tentu itu sangat memberatkan karena berbenturan dengan kepentingan akreditasi, struktur organisasi yang tidak efisien, kemampuan pendanaan, serta kendala sarana pra sarana,” tambah Muhadjir.

Berbeda dengan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penamaan fakultas dan jurusan justru tidak diatur. Ada penamaan yang berbeda tetapi memiliki arti yang hampir serupa. Misalnya, Fakultas Sastra dengan Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Ada juga Fakultas Teknik dan Fakultas Sains dan Teknologi.

Dekan FAI UMM, Faridi, mengungkapkan baginya yang penting penyelenggaraan pendidikan tinggi Islam itu berkualitas. Sedangkan pengelompokan rumpun ilmu juga tetap diperhatikan, namun bukan berarti nama fakultas dan jurusan diatur terlalu ketat. Apalagi syarat harus ada sekian jurusan dari satu fakultas, tentu itu memberatkan. “Terutama bagi PTAIS kecil dan beru berkembang. Konsekuensi penambahan jurusan baru adalah kesulitan akreditasi akibat kekurangan peminat. Itu juga masalah tersendiri,” kata Faridi.

Pertemuan menghasilkan rekomendasi yang akan dikirim ke Dirjen Pendis di Jakarta dalam waktu dekat. Melalui rekomendasi yang disertai alasan rinci tersebut diharapkan menjadi bagian dari peran serta BKS PTIS terhadap kebijakan pemerintah. Seperti diketahui, PTIS yang ada di Indonesia jumlahnya mencapai lebih dari 330 buah. Mereka telah ambil bagian memenuhi kebutuhan masyarakat akan perguruan tinggi agama Islam yang tak semuanya bisa dipenuhi oleh negara.

Keputusan lain dari rakor itu adalah penetapan tuan rumah Musyawarah Nasional BKS-PTIS VII. Peserta rapat sepakat Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar dinyatakan sebagai tuan rumah Munas yang akan diselenggarakan Desember tahun ini. (ayu/fan/nas)

Sumber : www.umm.ac.id

BKS-PTIS Kaji Nomenklatur Penamaan Fakultas dan Jurusan

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *