Workshop Nasional SPMI dan AMI Indonesia Timur

Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof Lincolin Arsyad, pada kesempatan tersebut mengatakan, beliau telah memberi peringatan kepada 163 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di seluruh Indonesia, agar mengupayakan Akreditasi Institusi minimal dengan nilai B.

Saya harap, lima tahun mendatang separuh dari 163 PTM minimal sudah Terakreditasi A, tegas Lincolin.

Muara dari Workshop Nasional Standar Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Pelatihan Auditor Mutu Internal (AMI), kata beliau, adalah peningkatan mutu atau kualitas Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Workshop maupun pelatihan yang dilaksanakan ini adalah sebuah proses untuk output yang lebih berkualitas. Semakin baik prosesnya, maka Insya Allah outputnya juga pasti bagus, kata Lincolin.

Beliau mengatakan, ada tiga cita-cita bersama PTM se-Indonesia yang dicanangkan sejak 2016, yakni PTM yang unggul, PTM berdaya saing, dan PTM berkemajuan. Salah satu karakteristik PTM yang unggul, yaitu memiliki SDM yang berkualitas, tidak hanya sumber dayanya, tetapi juga kualifikasi pendidikannya.

Yang juga harus unggul adalah tenaga kependidikannya, karena sebaik apapun dosennya, kalau tenaga kependidikannya dan tenaga teknisnya tidak berkualitas, maka PTM sulit untuk bisa unggul, kata Lincolin.

Workshop SMPI dan pelatihan AMI, katanya, sangat berguna bagi PTM, karena ketika dilakukan akreditasi institusi maupun akreditasi prodi studi, pimpinan PTM tidak perlu lagi kasak-kusuk, karena memang sudah mempersiapkan diri dengan matang.

Wakil Ketua Majelis Bidang Akreditasi dan Kemahasiswaan PP Muhammadiyah, Prof Edy Suandi Hamid, saat membawakan materi, mengingatkan kepada peserta workshop SPMI, bahwa peningkatan akreditasi atau mutu perguruan tinggi bukan karena adanya amanat undang-undang, atau peraturan dari Kemenristek Dikti, tetapi karena kesadaran bersama dan juga karena amanah dari para orangtua mahasiswa.

Jadi bukan karena ada perintah undang-undang lalu kita berupaya meningkatkan akreditasi institusi maupun prodi, kata Edy.

Sumber : UM Makassar 

Menjelajahi Dunia dengan Filologi

Filologi adalah ilmu yang memfokuskan penelitian pada hasil budi daya manusia berupa pikiran, seni, pengetahuan adat, sejarah, dan sebagainya, yang tertulis dalam naskah. Isi dari buah pikir nenek moyang yang telah melahirkan budaya dalam sebuah bangsa, dirasa sangat bermanfaat. Khususnya dalam penemuan jati diri suatu bangsa. Isinya dapat bermacam-macam, mulai masalah seni, sastra, agama, sejarah, obat-obatan, doa, mantra, tips, dan sebagainya. Bahasa kuno menjadi tugas peneliti (filolog) untuk mengungkap kandungan isi suatu naskah agar dapat menyajikannya kepada khalayak ramai.

Itulah yang dibahas pada kuliah umum Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah Universitas Ahmad Dahlan (FTDI UAD) yang terdiri atas Program Studi Tafsir Hadits (TH), juga Bahasa dan Sastra Arab (BSA) pada Rabu, (18/3/2015), pukul 09.00−11.00 WIB di ruang sidang kampus I.

Kuliah umum tersebut menghadirkan Prof. Hamamah yang merupakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (PP Aisyiyah). “Seorang dosen UAD mampu memecahkan telur pada American Studies mengenai pembahasan sastra,” katanya.

Acara yang membahas filologi Islam ini menyinggung tentang banyaknya kitab-kitab peninggalan nenek moyang di berbagai negara yang belum dikaji oleh banyak orang, terutama negara bagian timur tengah.

Selama ini, Filologi merupakan mata kuliah wajib dalam kajian sastra. Memang, tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam mengkaji suatu kitab menggunakan bahasa Arab. Bahkan bagi mahasiswa BSA, filologi merupakan monster yang sulit ditaklukkan untuk dipelajari. Namun, jika fokus dan konsisten dalam mempelajari filologi, semua masalah akan dapat diselesaikan.

“Dengan filologi-lah, tidak kurang puluhan negara telah saya kunjungi untuk menelaah kitab mengenai sejarah maupun seni. Juga filologi-lah yang telah mempertemukan saya dengan orang-orang penting di dunia, seperti pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pejabat lainnya,” ujar Hamamah yang sejak muda telah aktif dalam organisasi Kemuhammadiyahan.

Banyak negara yang telah ia kunjungi. Di antaranya Arab Saudi, Irak, Belanda, Inggris, Prancis, Thailand, dan lainnya untuk menelaah kitab-kitab kuno. Bahkan, naskah yang ditulis oleh istri Sri Sultan Hamengkubuwono di London yang memiliki tebal sekitar 30 centimeter telah ia telaah.

“Merupakan pengalaman yang tidak disangka berkeliling dunia dengan membawa nama Indonesia dan mengupas fakta dari sejarah zaman dulu suatu bangsa. Dengan filologi, saya dapat mewujudkan itu semua.”

Sebelum menutup acara, ia berkata, “Seorang mahasiswa harus mampu melihat orang yang lebih sukses agar termotivasi, mempunyai mainset bahwa ia harus pintar, harus berkreativitas tanpa batas karena kreativitas mampu mengungkapkan sebab dari suatu hal.” (AKN)

Sumber : UAD.AC.ID