Prof. Suyanto, Ph.D *)

Masa depan Indonesia akan sangat cerah. Prediksi McKinsey Global Institue (2012) menyebutkan, saat ini Indonesia telah menjadi 10 besar perekonomian dunia. Tahun 2030 Indonesia akan menjadi 7 besar perekonomian dunia dengan indikator: munculnya 135 juta penduduk menjadi kelas konsumen baru sehingga sangat potensial bagi pasar dunia maupun pasar domestik, 71% penduduk perkotaan akan merupakan penghasil 86% dari pendapatan domestik bruto, akan terbuka lapangan kerja untuk tenaga ahli sebanyak 113 juta orang, dan kapasitas pasar konsumen akan menjadi $1,8 trilyun untuk sektor jasa, pertanian dan perikanan, sumber daya, dan pendidikan. Meski saat ini perekonomian kita mengalami pelemahan dengan berbagai tanda-tandanya seperti menurunnya daya beli masyarakat, menurunnya kapassitas produksi manufaktur, masuknya pengangguran baru, terjadinya PHK di sektor industri, menurunnya nilai rupiah, namun dalam jangka panjang Indonesia tetap akan menjadi negara dengan kapasitas perekonomian yang bagus.

Optimisme itu terjadi karena adanya struktur kependudukan yang sangat berpihak pada prekonomian Indonesia di tahun 2035 – 2045 nanti. Indonesia akan mendapatkan bonus demography atau demographic dividend di tahun itu. Mengapa begitu? Karena jumlah anak-anak usia pendidikan anak usia dini (PAUD) saat ini yang jumlahnya kurang lebih 90 juta akan masuk menjadi angkatan kerja produktif pada tahun 2035-2045.

Inilah bonusnya bagi Indonesia yang tak dimiliki oleh negara-negara lain di dunia pada kurun waktu yang sama. Bahkan di negara maju pada umumnya pada saat itu nanti struktur penduduknya tidak menguntungkan pada perekonomiannya. Mengapa begitu? Karena jumlah penduduk yang tidak produktif akan jauh lebih besar dari jumlah penduduk produktifnya. Pada saat seratus tahun Indonesia merdeka nanti 90 juta angkatan kerja produktif akan kita miliki. Inilah bonus demography bagi perekonomian kita. Oleh karena itu jaman SBY sudah ditetapkan bahwa pendidikan harus menciptakan Generasi Emas untuk menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045 nanti.

Pertanyaan besarnya sekarang ialah: bisakah sektor pendidikan kita memanfaatkan bonus demografi yang akan kita miliki? Mampukah pendidikan kita meletakkan dasar-dasar pedagogis yang kuat untuk membentuk generasi emas dari bonus demografi itu?

Pertanyaan inilah yang harus dijawab dengan program pendidikan yang benar-benar visioner dengan acuan waktu di tahun 2035-2045. Kalau saja pendidikan kita tidak mampu membekali dasar-dasar kompetensi global bagi anak-anak kita yang sekarang ini sedang berada di jenjang PAUD maka baik Bonus Demografi maupun Generasi Emas tidak akan membawa berkah. Sebaliknya kegagalan pendidikan kita untuk mendidik warga negara yang termasuk dalam kelompok Bonus Demografi dalam struktur kependudukan saat ini, nanti pada saatnya ketika penduduk kelompok itu memasuki angkatan kerja pada tahun 2035-2045 akan memantik timbulnya berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik. Kalau hal ini terjadi maka bonus demografi akan berubah menjadi “Bencana Demografi” dan Generasi Emas yang ingin kita ciptakan akan berubah menjadi “Generasi Cemas”.

Oleh karena itu pendidikan untuk anak-anak usia PAUD saat ini harus benar-benar kita rancang agar memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi. Tanpa kompetensi dan daya saing baik dalam lingkup nasional maupun global maka 90 juta anak-anak PAUD saat ini akan menjadi beban pembangunan nasional pada tahun 2035-2045. Oleh karena itu pendidikan untuk memanfaatkan bonus demografi dan mencetak Generasi Emas perlu memiliki visi dan misi yang jelas, kebijakan yang tidak membingungkan, serta tujuan yang terukur. Para guru harus semakin profesional, kurikulum mampu menjadi sumber acuan proses pembelajaran yang memberdayakan semua peserta didik dan karakter yang kuat bisa ditanamkan pada mereka, serta memastikan terjadinya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan inovasi dan membangun kreativitas dalam diri mereka.

Output pendidikan kita perlu memiliki keterampialan abad 21 yang menurut Pearson – Learning Curve Report (2014) meliputi: (1) Leadership; (2) Digital Literacy; (3) Communication; (4) Emotional Intelligence; (5) Entrepreneurship; (6) Global Citizenship; (7) Problem-Solving; dan Team-Working. Semoga begitu.

*) Guru Besar Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Pengurus Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah

BONUS ATAU BENCANA DEMOGRAFI?

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *