Saat krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 1997 lalu, sebagian besar kelompok industri rumah tangga mampu bertahan, sementara industri menengah dan besar justru banyak yang gulung tikar. Hal ini karena keberlangsungan hidup keluarga pelaku industri ini sebagian besar tergantung dari usaha yang dikelola tersebut. Pernyataan ini merupakan paparan dari dosen Agribisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Ir. Triwara Buddhi Satyarini. MP saat memberikan penjelasan dalam diskusi publik, Sabtu (8/10) di AR Fachruddin A lantai 5 UMY.
Dalam pemaparannya, Dr. Triwara menyampaikan bahwa kelompok industri rumah tangga bisa menjadi salah satu solusi dalam menghadapi krisis ekonomi. Selain itu, industri yang mampu bertahan ketika terjadi krisis ekonomi yaitu industri pengolahan. Pada kelompok industri ini mereka mengandalkan hasil pertanian sebagai bahan baku produk, baik yang harus diimpor maupun berupa hasil pertanian lokal. “Pada dasarnya dalam industri pengolahan ini, para pelaku industri melakukan kegiatan dengan mengubah suatu bahan dasar secara mekanis, kimia, maupun dengan tangan langsung sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi. Dengan ini maka barang yang diolah tersebut dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya,” paparnya.
Di sisi lain, Dr. Triwara melanjutkan, meskipun industri rumah tangga mampu bertahan di saat terjadinya krisis ekonomi, namun rata-rata industri rumah tangga tidak bisa mengelola usahanya dengan baik. “Mengelola usaha merupakan salah satu pengetahuan umum yang harus dikuasai oleh seorang pelaku usaha. Manajemen yang baik adalah kunci kesuksesan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai manajer harus mampu merencanakan pekerjaannya, mengatur pegawainya dan sumber daya lainnya untuk mendukung pekerjaan, mengarahkan pegawai, dan mengendalikan serta mengevaluasi pekerjaan. Selain itu juga pelaku industri tersebut harus diberi pendampingan,”ujarnya.
Sementara itu Dr. Ir. Gatot Supangkat. MP salah satu pembicara pada diskusi publik tersebut mengatakan bahwa industri rumah tangga yang mengandalkan hasil pertanian, pemerintah perlu memberikan dukungan dalam regenerasi petani. Jika program ini berhasil, maka akan menanggulangi kemiskinan pertanian. “Upaya untuk mencapai kecukupan pangan dan bahkan swasembada pangan telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pembuatan varietas padi unggul baru. Namun kenyataan di lapangan, jumlah varietas yang berkembang di petani tidak banyak. Penyebab minimnya jumlah varietas padi yang berkembang di lapangan antara lain faktor geofisik, teknologi, budaya petani, dan kebijakan,” jelas dosen agroteknologi UMY tersebut.
Dalam hal tersebut, Dr. Gatot mengatakan bahwa untuk menjaga keberlanjutan varietas atau usaha tani, maka diperlukan kebijakan kemandirian petani melalui penyediaan benih, pembuatan varietas baru dan penyediaan pupuk organik sendiri. “Untuk membangun kemandirian petani, fasilitas pemerintah harus diarahkan sepenuhnya langsung kepada petani, bukan kepada perusahaan negara. Permasalahan utama keberlanjutan usaha tani yakni ketersediaan benih. Oleh karena itu, maka sebaiknya perlu ditumbuhkan kemandirian petani dalam pengembangan perbenihan dan pembuatan varietas baru tanaman,” tutupnya.
Sumber : www.umy.ac.id