Filologi adalah ilmu yang memfokuskan penelitian pada hasil budi daya manusia berupa pikiran, seni, pengetahuan adat, sejarah, dan sebagainya, yang tertulis dalam naskah. Isi dari buah pikir nenek moyang yang telah melahirkan budaya dalam sebuah bangsa, dirasa sangat bermanfaat. Khususnya dalam penemuan jati diri suatu bangsa. Isinya dapat bermacam-macam, mulai masalah seni, sastra, agama, sejarah, obat-obatan, doa, mantra, tips, dan sebagainya. Bahasa kuno menjadi tugas peneliti (filolog) untuk mengungkap kandungan isi suatu naskah agar dapat menyajikannya kepada khalayak ramai.
Itulah yang dibahas pada kuliah umum Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah Universitas Ahmad Dahlan (FTDI UAD) yang terdiri atas Program Studi Tafsir Hadits (TH), juga Bahasa dan Sastra Arab (BSA) pada Rabu, (18/3/2015), pukul 09.00−11.00 WIB di ruang sidang kampus I.
Kuliah umum tersebut menghadirkan Prof. Hamamah yang merupakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (PP Aisyiyah). “Seorang dosen UAD mampu memecahkan telur pada American Studies mengenai pembahasan sastra,” katanya.
Acara yang membahas filologi Islam ini menyinggung tentang banyaknya kitab-kitab peninggalan nenek moyang di berbagai negara yang belum dikaji oleh banyak orang, terutama negara bagian timur tengah.
Selama ini, Filologi merupakan mata kuliah wajib dalam kajian sastra. Memang, tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam mengkaji suatu kitab menggunakan bahasa Arab. Bahkan bagi mahasiswa BSA, filologi merupakan monster yang sulit ditaklukkan untuk dipelajari. Namun, jika fokus dan konsisten dalam mempelajari filologi, semua masalah akan dapat diselesaikan.
“Dengan filologi-lah, tidak kurang puluhan negara telah saya kunjungi untuk menelaah kitab mengenai sejarah maupun seni. Juga filologi-lah yang telah mempertemukan saya dengan orang-orang penting di dunia, seperti pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pejabat lainnya,” ujar Hamamah yang sejak muda telah aktif dalam organisasi Kemuhammadiyahan.
Banyak negara yang telah ia kunjungi. Di antaranya Arab Saudi, Irak, Belanda, Inggris, Prancis, Thailand, dan lainnya untuk menelaah kitab-kitab kuno. Bahkan, naskah yang ditulis oleh istri Sri Sultan Hamengkubuwono di London yang memiliki tebal sekitar 30 centimeter telah ia telaah.
“Merupakan pengalaman yang tidak disangka berkeliling dunia dengan membawa nama Indonesia dan mengupas fakta dari sejarah zaman dulu suatu bangsa. Dengan filologi, saya dapat mewujudkan itu semua.”
Sebelum menutup acara, ia berkata, “Seorang mahasiswa harus mampu melihat orang yang lebih sukses agar termotivasi, mempunyai mainset bahwa ia harus pintar, harus berkreativitas tanpa batas karena kreativitas mampu mengungkapkan sebab dari suatu hal.” (AKN)
Sumber : UAD.AC.ID