Migas (minyak dan gas) merupakan Sumber Daya Alam strategis dan merupakan komoditas vital yang menguasai hidup orang banyak. Sektor migas juga mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga sektor tersebut harus dikuasai oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Sulistiowati, Dosen Hukum UGM, dalam Focus Group Discussion (FGD) Menemukan Desain Konstitusional Tata Kelola Migas, di Ruang Sidang Hukum gedung E lantai 3, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Sabtu (8/10). Agenda FGD tersebut merupakan kerjasama Fakultas Hukum UMY, Pusat Studi Hukum dan Kesejahteraan Masyarakat UMY, dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam pemaparannya Sulis juga menyampaikan bahwa industri sektor migas sangatlah vital sehingga pengelolaan terhadapnya pun harus maksimal. “Karena industri ini sangat vital, maka harapannya pengembangan industri bisa untuk pembangunan nasional. Oleh karena itu pengelolaannya oleh pemerintah harus maksimal,” jelas Sulis.
Dalam penjelasannya, Sulis juga menerangkan dua fase tahapan pengelolaan migas, yakni fase upstream (hulu) dan fase downstream (hilir). “Tahap upstream merupakan tahap eksplorasi, dan menggali. Mencari dimana lokasi-lokasi yang terdapat minyaknya. Kalau ada minyaknya, baru dilifting atau diangkat. Setelah itu delivery, diangkut dengan shipping dengan kapal,” jelas Sulis.
Proses pengangkatan minyak yang pertama kali, disebut Sulis sebagai First Step Petrolium. “First Step Petrolium itu yang harus digunakan untuk konsumsi domestik. Istilahnya Domestic Market Obligation (DMO), atau kewajiban untuk mensupply pasar-pasar domestik. Baru kalau sudah memenuhi kebutuhan domestik dan ada sisa, itu akan di ekspor,” jelas Sulis.
Dalam putusan MK No.36/PUU-X/2012 dijelaskan bahwa penguasaan migas dimaknai dalam lima hal. Pertama mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemeritnah dan regulasi oleh Pemerintah. Ketiga, fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh Negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).
“Sedangkan makna keempat adalah fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau sebagai instrumen kelembagaan yang melaluinya negara, lebih spesifik lagi pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan. Kelima, fungsi pengawasan oleh negara dilakukan oleh negara, atau pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat,” tutup Sulis.
Ketua pusat studi hukum dan kesejahteraan masyarakat, Fakultas Hukum UMY, Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, SH., M.Hum., menjelaskan tujuan dari diadakannya FGD tersebut oleh Pusat Studi Hukum dan Kesejahteraan Masyarakat FH UMY.
“Diskusi ini diadakan berdasarkan pada fakta-fakta normatif dimana semua bangsa membangun negara untuk menciptakan kesejahteraan. Maka siapa yang bertanggung jawab? Ekonomi, politik, atau hukum? Dari Hipotesis ini kami adakan FGD ini untuk mengkritisi dan menganalisis regulasi apakah punya dampak pada kesejahteraan sosial,” jelas Mukti.
Sumber : www.umy.ac.id