Public Relations Harus Punya Etika dan Moral Tinggi

Profesi Public Relations (PR) sejatinya menuntut seseorang untuk memiliki etika dan moral yang tinggi dalam menjalankan pekerjaannya. Seorang PR harus bisa memegang etika yang diset dengan tinggi. Karena itulah, seorang PR tersebut harus bisa memisahkan hobi dengan strategi dalam pekerjaan.

Hal tersebut diungkapan Muchamad Husni, salah seorang Praktisi Public Relations PT. Astra Argo Lestari yang hadir dalam Sharing Class : Public Relations and Ethics bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY, Jum’at (7/10) di Ruang Mini Theater Gedung D Kampus Terpadu UMY. Sharing Class ini juga menghadirkan pembicara lain yaitu Dyah Rachmawati Sugiyanto, Pranata Humas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam pemaparannya, Husni juga mengatakan bahwa seorang PR itu harus jujur dan memberi informasi yang jelas. ” Seorang PR itu harus mempunyai etika dan moral yang tinggi. Selain itu, juga harus bersikap jujur dan bisa memberikan informasi yang jelas. Senjata utama PR terletak pada inner beautynya yang biasa ditunjukkan sehari-hari,” tambahnya.

Namun Husni juga mengakui bahwa bekerja sebagai PR itu menyenangkan. “Bekerja menjadi Public Relation itu bikin happy. Bisa membuat awet muda karena selalu menemukan hal baru, bertemu orang baru dan insya allah punya amalan yang banyak karena menjalin silaturahmi dengan orang-orang baru.”

Dalam sharing class ini, Husni juga menceritakan pengalamannya menjadi Public Relations (PR) di perusahaan swasta. Menurutnya, menjadi PR di perusahaan swasta khususnya di perusahaan minyak kepala sawit menemui banyak tantangan. Namun begitu justru di situlah keseruannya. “Minyak kelapa sawit dalam industri minyak selalu dicitrakan negatif. Kami banyak menghadapi kampanye negatif soal minyak kelapa sawit. Industri sawit itu membunuh orang utan, minyak sawit tidak sehat karena dapat menambah kolesterol, dan masih banyak lainnya. Untuk itu, sebagai PR kita menjelaskan bahwa perusahaan sawit itu tidak seburuk yang diberitakan, bahkan bisa dibilang baik. Kelapa sawit bisa menjadi potensi nasional Indonesia yang luar biasa,” paparnya.

Dalam menjalani pekerjaan sebagai PR, Husni juga mengaku sangat menikmatinya. “Saya selalu menikmati keseharian pekerjaan saya. Kita bisa melihat potensi Indonesia yang luar biasa besarnya. Saya banyak kenal orang baru dan menambah pengalaman seru,”ujar Husni tersenyum.

Senada dengan Husni, Dyah Rachmawati Sugiyanto selaku Pranata Humas LIPI juga menekankan etika menjadi PR yang juga harus siap mental dan menjaga idealisnya. “Menjadi PR harus siap mental karena kita kerja di lapangan menghadapi langsung client, harus siap kerja dimanapun, kapanpun dan juga harus tetap menjaga idealisnya sebagai PR,”tuturnya.

Selain itu, menjadi seorang PR juga dituntut memiliki kemauan belajar yang tinggi. ”PR butuh belajar semua hal. Tidak cuma ilmu komunikasi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan segala bidang lain harus dipelajari. Untuk itu perlu kemauan belajar yang tinggi. Selain itu, PR juga harus mempunyai sifat berani mencoba, bisa bekerja dalam tim dan juga pandai membangun jaringan,” tambahnya.

Sementara itu, satu pembicara lagi dalam Sharing Class tersebut namun berhalangan hadir dan membagikan pengalamannya lewat video, Suharjo Nugroho yang menjabat sebagai Managing Director IMOGEN Public Relations berpesan agar mahasiswa komunikasi lebih giat lagi belajar. Pasalnya saat ini, Profesi PR lebih banyak dari sarjana di luar Ilmu Komunikasi. “Saat ini Praktisi PR lebih banyak dari lulusan Ilmu Komunikasi. Karena pada kenyataannya memang kebutuhan industri berbeda dengan apa yang diajarkan di kelas. Maka, untuk menjembatani hal tersebut kami harap lulusan ilmu komunikasi agar magang terlebih dahulu sebelum terjun ke dunia PR,”jelasnya.

Sumber : www.umy.ac.id