Sadarkan Kekuatan ASIA – AFRIKA, IORA Rangkul Mahasiswa UMY

 

Keberadaan dan eksistensi organisasi IORA belum disadari betul oleh kalangan mahasiswa khususnya mahasiswa di Jurusan Hubungan Internasional. Kunjungan Sekretaris Jenderal Indian Ocean Rim Association (IORA), H.E. Ambassador K.V. Bhagirath ke Univertas Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis (15/9) tentu menjadi pencerahan bagi mahasiswa akan kekuatan IORA. Bahkan tokoh asal India tersebut juga menjadi pembicara dalam Kuliah Umum “Learning from the Past, Chanting the Future.”
Dalam kuliah umum yang diadakan di Ruang Sidang gedung Pascasarjana UMY, Bhagirath memperkenalkan organisasi IORA kepada mahasiswa. Organisasi ini diikuti oleh negara-negara yang ada di kawasan laut Hindia seperti india, Iran, Kenya, Madagaskar, Indonesia, dan 17 negara lainnya. Bhagirath menyebutkan bahwa IORA memiliki tujuan untuk mempromosikan keberlangsungan pertumbuhan dan keseimbangan perkembangan kawasan dan negara-negara anggotanya.
“IORA memiliki enam area prioritas utama, antara lain maritime safety & security, trade & investment facilitation, fisheries management, disaster risk management, academic science & technology, dan tourism & cultural exchange. IORA juga memiliki fokus untuk berkolaborasi dengan blok dan negara lainnya. Karena sebuah negara harus berkolaborasi dan berkooperasi dengan negara lainnya demi pertumbuhan dan kemajuan ekonomi negaranya,” jelas Bhagirath.
IORA sendiri disebut Bhagirath memiliki fokus ke negara-negara anggota yang sedang berkembang. Terutama pada kebanyakan negara yang berada di pesisir Afrika dan beberapa dari Asia. Karena beberapa tersebut dinilai masih mengalami ketertinggalan ekonomi dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Sementara itu, Dr. Siswo Pramono, L.L.M., selaku Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan tentang masa depan organsiasi IORA. Ia memandang optimis bahwa IORA merupakan organisasi yang dapat menambah kesadaran negara-negara anggotanya untuk lebih meningkatkan potensi ekonomi. “Letak IORA juga berdekatan dengan negara-negara yang tersandung konflik. Seperti negara-negara di Timur Tengah dan beberapa negara di Asia. IORA kedepannya diharapkan mampu membantu negara konflik untuk segera menyelesaikan masalah dengan cara negosiasi dan diplomasi,” ujar Siswo.
Dosen HI UMY, Masyithoh Annisa ramadhani, S.IP., M.A., menyebutkan bahwa ada persinggungan antara visi IORA dengan poros maritim dunia yang merupakan fokus Presiden Joko Widodo saat ini. Indonesia dinilai memiliki potensi besar sebagai poros maritim dunia, karena secara geografis letak Indonesia berada pada titik persilangan yang strategis. Dampak baik dari posisi strategis Indonesia disebut Masyithoh dengan adanya Sumber Daya Alam dan Potensi tinggi yang dimiliki Indonesia.
“Sedangkan visi poros maritim dunia saat ini tengah finalisasi. Ini visi yang bagus, tapi saat kita masuk ke ranah implementasi dari visi ini, masih banyak terjadi hal-hal yang overlapping antar stakeholders, pembuat kebijakan, mereka masih belum ada satu komando, mau kemana sebenarnya poros ini,” jelas Masyithoh.
Dosen HI ini menilai bahwa visi poros maritim dunia ini harus memiliki konektivitas maritim (maritime connectivity). Dan hal tersebut mencakup antara lain di bidang ekonomi atau blue economy, dan juga di bidang keamanan (security), di bidang kebudayaan maritim (maritime culture) dimana tidak hanya pemerintah atau pejabat yang mengetahui visi itu tetapi juga sampai pada level masyarakat. “Dan juga kerjasama di bidang pendidikan atau academic exchange di bidang maritim ini. Dan ini merupakan salah satu pondasi untuk membangun kultur atau budaya maritim,” tambah Masyithoh.
Masyithoh melihat bahwa visi poros maritim dunia sangat bagus, namun menurutnya pemerintah harus menentukan langkah yang lebih jelas. Bukan hanya visi saja tanpa adanya implementasi, namun pemerintah harus memperhatikan kepada praktik di lapangan yang ada. “Harapannya dengan visi poros maritim dunia, masalah seeprti IUU (Illegal, Unreglated, Unreported) Fishing, penjarahan dan pencurian di lautan, menjadi lebih terselesaikan. Dan ini yang menjadi salah satu tantangan bagaimana menjadi poros maritim dunia,” tegas Masyithoh. (sumber : www.umy.ac.id)

WORKSHOP ON OFFICE OF INTERNATIONAL AFFAIRS PENDIDIKAN TINGGI MUHAMMADIYAH

Materi Presentasi dalam Workshop On Office Of International Affairs

1. Dr. Illah Sailah
KIU muhammadiyah
2. Andri Cahyo Kumoro, Ph.D
AUN QA_ANDRI_UNDIP
3. Damian Ross British Council
Muhammadiyah – short presentation
4. Dr. Muslich
Forum KUI PTM
5. Jarum, Ph.D.
ESP IN UMM

Kampus Muhammadiyah dan Aisyiyah Susun Buku Panduan Mahasiswa Asing

Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Perguruan Tinggi Aisyiyah (PTA) se-Indonesia berkumpul di Yogyakarta untuk menyusun buku pedoman dan buku panduan bagi mahasiswa asing di PTM dan PTA tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya internasionalisasi perguruan tinggi.

“Internasionalisasi kampus ini sudah tidak bisa di elakkan lagi. Karenanya kami PTM dan PTA di Indonesia berkumpul untuk membahas hal tersebut,” ujar Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Ida Puspita, Sabtu (13/6).

Menurut Ida, pertemuan PTM dan PTA se Indonesia ini merupakan pertemuan rutin tahunan. Kali ini pertemuan tersebut membahas tentang internasionalisasi kampus. Pertemuan tersebut dihadiri  66 pimpinan perguruan tinggi dari 53 PTM dan PTA di Indonesia.

Dia mengatakan selama ini sudah banyak PTM dan PTA yang membuka kelas internasional dan melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri. Kerjasama yang dilakukan antara lain pertukaran mahasiswa, dosen, visiting profesor hingga double degree hingga penelitian dan penulisaan karya ilmiah maupun publikasi bersama.

Namun kata dia, masih banyak kendala yang dihadapi PTM dan PTA dalam implementasi internasionalisasi kampus tersebut. Kendala ini antara lain terkait mahasiswa asing di Indonesia. “Ini membutuhkan standar yang sama sehingga dibutuhkan buku pegangan dan panduan bagi mereka (mahasiswa) asing saat kuliah di PTM dan PTA,” ujarnya.

Selain penyusunan buku panduan dan pegangan bagi mahasiswa asing, pertemuan tersebut juga menggelar sharing atau tukar pengalaman terkait program internasionalisasi kampus antar PTM dan PTA sendiri.

Sumber : Republika

Pimpinan Perguruan Tinggi Harus Berkarakter Kuat

Pimpinan perguruan tinggi harus berpikir jauh ke depan. Mengajak dan membangun spirit yang dipimpinnya untuk maju, bersifat dinamis, karena memimpin Perguruan Tinggi itu hakikatnya membangun generasi. Oleh karena itu kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan substantif dan berkarakter kuat dan baik, bukan sekedar pemimpin simbolik yang hanya berkutat dengan hal rutin.

Demikian benang merah yang disampaikan Ketua PP Muhammadiyah yang juga anggota Wantimpres Prof A Malik Fajar dan Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PPM yang juga Ketua Umum Aptisi Edy Suandi Hamid dalam sambutan pada acara pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo periode 2015-2019 Supriyono MSi di Kampus Perguruan Tinggi tersebut. Saat itu juga diresmikan satu unit gedung baru.

Menurut Prof Malik, dengan tugas berat tersebut kerjasama dan kekompakan pimpinan sangat penting. Dengan demikian Perguruan Tinggi bisa terus bergerak tanpa henti dan terus melakukan. “Ini seperti orang yang mengayuh sepeda,” ujarnya. Ditambahkan, dalan kondisi persaingan yang ketat, Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) tidak boleh merasa khawatir. “Karena bagi Muhammadiyah itu kompetisi dalam kebaikan, fastabiqul khairot. Ini tidak ada finishnya,” katanya.

Sementara itu Edy Suandi Hamid mengingatkan agar Rektor bisa terus mengembangkan budaya akademik dan benar-benar menjaga norma akademik. Kasus seperti pengeluaran ijazah aspal yang terjadi sekarang ini tidak boleh dan tidak akan terjadi di Muhammadiyah.

Pendidikan Muhammadiyah tidak sekedar berorientasi kuantitas, tapi kualitas, karenanya norma akademik harus dijaga secara ketat.

“Kasus penerbitan ijazah aspal itu sungguh menodai dunia pedidikan kita karena pelakunya ada di dalam kampus. Ini berbeda dengan kasus ijazah palsu yang terjadi pada waktu lalu. Karenanya oknum pelaku penerbitan ijazah aspal ini harus ditindak tegas” kata Edy Suandi Hamid.

Diingatkan pula, Perguruan Tinggi tidak harus berlomba meluluskan alumni dan mencetak ijazah saja. namun yang lebih penting adalah bagaimana menghasilkan insan yang bermanfaat bagi masyarakat; sehingga berperan mewujudkan Indonesia berkemajuan dan berperadaban. “ini berarti memcetak manusia berahlak dan berkompetensi tinggi dan berdaya saing,” ujarnya.

Sumber : APTISI

Kurikulum PTM Jangan Hanya Berpegang Pada Regulasi Pemerintah

Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) diharapkan tidak hanya berpegang pada regulasi pemerintah dalam membuat dan menerapkan kurikulum perkuliahannya. Hal itu dikarenakan, PTM perlu memiliki sesuatu yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Jika PTM hanya berpegang pada kurikulum yang sudah diatur pemerintah, PTM tidak akan memiliki tambahan nutrisi atau gizi yang bisa diberikan pada mahasiswa dan dosennya.

Demikian disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Bambang Cipto, MA saat membuka secara resmi Workshop Evaluasi KBK Berbasis KKNI dan SNDIKTI. Acara yang diselenggarakan oleh program studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UMY ini ditujukan pada seluruh PTM se-Indonesia, dan bertempat di Ruang Sidang Gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY, Rabu (27/5).

Dalam sambutannya, Prof. Bambang mengatakan, jika PTM itu hanya berpegang pada regulasi dan terus menerus melakukan evaluasi pada kurikulum yang sudah ada, hal itu justru akan membuat semua PTM tidak akan merasa cukup. Karena terus merasa bahwa kurikulum yang ada itu tidak sempurna. Untuk itulah, ia menyarankan agar PTM di Indonesia ini juga memiliki formula atau tambahan gizi yang berasal dari luar kurikulum yang sudah diatur pemerintah tersebut.

“Mengembangkan gizi atau nutrisi pada mahasiswa itu tidak harus melalui kurikulum, karena kita juga bisa melakukan program-program lainnya yang sangat bermanfaat dan penting bagi mahasiswa. Misalkan seperti KKN (kuliah kerja nyata, red) internasional atau pun student exchange program. Dua hal ini justru yang sangat penting untuk kita lakukan, karena kita bisa memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman berharga pada mahasiswa, yang mungkin belum pernah mereka dapatkan di desa atau daerah asalnya. Dan kami, di UMY sendiri juga sudah mengembangkan dua program ini,” jelas Prof. Bambang.

Selain itu, lanjut Prof. Bambang, agar bisa menjadi perguruan tinggi yang berbeda dengan kebanyakan perguruan tinggi lainnya, selain melalui dua cara itu, masih ada dua opsi program lainnya yang juga bisa digunakan oleh PTM. “Yakni dengan mengikutsertakan mahasiswa pada kompetisi-kompetisi tingkat internasional, serta mengirimkan dosen-dosennya ke luar negeri. Saya contohkan sekali lagi seperti UMY, mahasiswa kami juga sudah ada beberapa yang bisa masuk dan ikut berkompetisi di tingkat internasional. Selain itu, tahun depan kami InsyaAllah juga akan memulai Lecture Program (Pertukaran Dosen) ke luar negeri. Pada program ini, kami akan mengirimkan dosen-dosen UMY ke luar negeri untuk belajar, melakukan penelitian serta presentasi di hadapan orang-orang luar,” ujarnya.

Itulah mengapa, menurut Prof. Bambang, keempat hal tersebut perlu dijadikan opsi pilihan bagi PTM di seluruh Indonesia agar memiliki tambahan nutrisi. Sebab menurutnya, jika PTM yang tak lain juga adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tersebut tidak berusaha melakukan penambahan nutrisi, maka ia tidak akan memiliki ciri khas dan perbedaan dengan perguruan tinggi lain, terutama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Sementara itu, Yulianto Achmad, SH., M.Hum selaku pemateri dalam workshop tersebut mengatakan, selain dari empat program internasional tersebut, PTM juga bisa memiliki hal berbeda dengan perguruan tinggi lainnya dari segi kurikulum. Sekalipun kurikulumnya tetap bersandar pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi Indonesia (SNDIKTI). “Dengan catatan, kurikulum yang kita buat itu harus sesuai dengan visi misi dari perguruan tinggi kita sendiri. Jangan hanya asal jiplak apa yang sudah diatur dan dibuat oleh KKNI dan SNDIKTI. Jadi saat kita membuat kurikulum itu, harus tahu dulu visi misinya kita itu apa. Sebab, yang benar itu memang harus sesuai dengan visi dan misi perguruan tinggi. Karena itu, bisa jadi kurikulum yang dibuat oleh satu PTM akan memiliki perbedaan dan ciri khusus dari PTM lainnya. Karena masing-masing PTM pastinya memiliki visi misi yang berbeda juga,” paparnya.

Untuk itulah, imbuh Yulianto lagi, workshop tersebut diselenggarakan. Selain untuk saling berbagi pengetahuan mengenai langkah-langkah dan penerapan kurikulum berbasis KKNI dan SNDIKTI, kegiatan ini juga bisa menjadi salah satu sarana bagi perkumpulan seluruh tenaga pendidikan prodi Ilmu Hukum dari seluruh PTM di Indonesia. “Dan di sinilah kemudian kita berkumpul, untuk membentuk asosiasi yang bisa menghasilkan kurikulum, khususnya untuk prodi Ilmu Hukum, agar bisa diajukan pada Dikti. Jika kurikulum yang kita hasilkan ini disetujui oleh Dikti, maka Fakultas Hukum atau Prodi Ilmu Hukum di seluruh universitas itu akan memiliki kurikulum yang sama. Itulah yang kami harapkan pula dari terselenggaranya kegiatan ini,” ungkap Dosen FH UMY ini lagi. (sakinah)

Sumber : UMY

Perguruan Tinggi Muhammadiyah Gelar Pekan Seni Mahasiswa

Sebanyak 36 perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) akan mengikuti Pekan Seni Mahasiswa PTM ke 2 di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) Sabtu-Ahad (16-17/5). Menurut rencana pekan seni ini akan dibuka Menteri Ristek dan Perguruan Tinggi, Prof H Mohammad Nasir.

Dijelaskan Ketua PP Muhammadiyah, Sukriyanto, sejak Muktamar di Yogyakarta PP Muhammadiyah menggalakkan seni dan budaya. Kesenian yang sudah berjalan di antaranya, penggalakan lagu-lagu anak-anak di Jawa dan luar Jawa.

“Mengapa Muhammadiyah menggalakan seni dan budaya? Karena pendiri Muhammadiyah cinta seni dan budaya,” kata Sukriyanto.

Sedang Ketua Penyelenggara Pekan Seni Mahasiswa PTM, Jabrohim, pekan seni budaya ini akan memperlombakan 11 tangkai lomba. Yaitu, lomba baca puisi (putra-putri), lomba qiroah (putra-putri), lomba monolog, lomba pop religi, lomba musikalisasi puisi, lomba desain batik, lomba kaligrafi dekor, dan lomba vokal grup.

Tujuannya, kata Jabrohim, untuk memberikan ruang gerak bagi setiap mahasiswa Muhammadiyah untuk menuangkan, mempresentasikan, mengaktualisasikan gagasan, ide, pemikiran inovatif melalui seni. Juga sebagai ruang untuk unjuk prestasi para mahasiswa Muhammadiyah di bidang seni dan budaya.

Kegiatan ini, kata Jabrohim, ditutup dengan dialog budaya yang menampilkan Prof Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Selain itu, juga ada Emha Ainun Najib, Deddy Mizwar, Dessy Ratnasari, Prof Suminto A Suyuti. N heri purwata

Sumber : Republika

Unimus Juara I Olah Raga Antar Perguruan Tinggi Muhammadiyah 2015

Tim olah raga Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), berhasil menorehkan nama dan mendapatkan juara I, dalam ajang Liga Kompetisi Olah Raga antar Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP),  dengan Tema Mempererat Silahturahmi Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Dalam rangkaian Aniversarry UMP.

Kegiatan ini, di laksanakan di Gedung Olah Raga UMP, yang di buka oleh Rektor UMP Dr. H. Syamsuhadi Irsyad, MH, pada jam 08.00 dan di akhiri oleh Wakil Rektor (4) Ir. Regawa Bayu Pamungkas, MT.  Pada jam 15.00. di hadiri dari 11 delegasi kontingen olah raga Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Adapun Juara Pertama adalah Tim Unimus, Juara II dari UMP, Juara III Universitas Ahmad Dahlan (UAD).

Wakil Rektor III Unimus Bapak Dr. HR. Djoko Hartono, SE, SH, MKn, MM, Unimus, mengapresiasi atas keberhasilan dan kemenangan dari Tim Unimus yang terdiri dari: Yusuf. PhD dari Program Studi Teknologi Pangan, Sukojo.S.S,(Admisi), kemudian Bagus Saputra dan Faisal Noer perwakilan dari mahasiswa / unit kegiatan mahasiswa (UKM) olah raga dan Bapak Slamet Riyadi,  S.Kom. perwakilan dari Unit (BAAK). Selanjutnya WR III, Dr H Djoko Setyo Hartono SE MM SH, MKn. Unimus menyampaikan  ucapan selamat, bahwa kegiatan ini akan mendorong prestasi yang lain bagi dosen, karyawan dan mahasiswa di bidang olah raga. [Mamdukh Budiman]

Tantangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang bergerak di berbagai bidang kehidupan. Gerakan Islam yang didirikan oleh KHA Dahlan ini bukan hanya dikenal bergerak di ranah pembaruan keagamaan saja, tapi juga di bidang pelayanan sosial, kesehatan, ekonomi, penanggulangan bencana, dan yang paling utama adalah bidang pendidikan. Berdasarkan data yang terbaru, dalam dunia pendidikan Muhammadiyah memiliki TK/TPQ (4.623), SD/MI (2.604), SMP/MTs (1772), SMA/SMK/MA (1.143), SLB (71), serta Perguruan Tinggi Muhammadiyah berjumlah 172 (www.muhammadiyah.or.id). Data tersebut hanya menyebutkan amal usaha di bidang pendidikan, belum menyebutkan jumlah amal usaha di bidang kesehatan, pelayanan sosial, dan ekonomi. Maka tidak heran bila James L. Peacock, antropolog Amerika Serikat, menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi reformis Islam yang memiliki gerakan amal terbesar di Asia Tenggara atau bahkan di seluruh dunia.
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) secara keseluruhan berjumlah 172. Jumlah itu berasal dari 159 PTM yang berada di bawah naungan Muhammadiyah dan 13 Perguruan Tinggi dibawah Aisyiyah (Nashir, 2014). Lebih lanjut, PTM tersebut mempunyai berbagai macam bentuk institusi mulai dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Mereka  tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dari propinsi ujung timur (Papua) hingga barat (Nanggroe Aceh Darussalam) dengan berbagai jenis institusi, fakultas, dan program studi yang ditawarkan. Tentu ini jumlah yang sangat besar, bahkan melebihi Perguruan Tinggi Negeri yang ada.
Muhammadiyah melalui PTM membantu meringankan tanggung jawab negara Indonesia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. PTM mendidik dan mencerdaskan anak bangsa untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Membekali mereka bukan hanya dengan pengetahuan, keterampilan dan keahlian, tapi juga nilai-nilai ke-islaman dan kemuhammadiyah yang berkemajuan sesuai semangat zaman. Ribuan bahkan jutaan mahasiswa alumni PTM tersebar di berbagai macam pekerjaan, mulai dari PNS, pendidik, karyawan swasta, wiraswastawan, birokrat, hingga politisi. Mereka berkiprah di dunia kerja dan juga berpartisipasi dalan dunia kemasyarakatan, secara langsung maupun tidak langsung juga ikut menggerakkan kehidupan bangsa Indonesia dengan posisi, peran, dan fungsi yang beraneka ragam.
Melihat jumlah PTM yang demikian banyak tentu menjadi prestasi tersendiri bagi gerakan Muhammadiyah dibandingkan dengan gerakan Islam atau ormas lainnya di Indonesia. Dari segi kuantitatif hampir mustahil bagi ormas lain menyalip Muhammadiyah dalam membangun PTM dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Mengapa demikian? Tentu ada alasan yang melatarbelakanginya.
Menurut Tobroni (2013) ada empat pilar yang menjadikan PTM terus berkembang secara dinamis. Pertama, spirit al Islam dan kemuhammadiyah sebagai dasar untuk menjadikan PTM sebagai sarana untuk mencerahkan umat islam, bangsa Indonesia, dan umat manusia. Kedua, keberadaan PTM tidak bisa dilepaskan dari Persyarikatan Muhammadiyah sebagai pelopor pendirian. Muhammadiyah secara kultural maupun organisatoris sebagai basis sosial yang menjadi pijakan dan dukungan ketika pertama kali muncul, berkembang, dan maju seperti sekarang ini.  Nama “Muhammadiyah” dibelakang “Universitas” menjadi modal sosial dan modal simbolik yang sangat berharga. Sehingga wajar bila banyak masyarakat menaruh kepercayaan terhadap PTM karena identitas (simbolik) Muhammadiyah dan jaringan (Sosial) yang dimilikinya. Ketiga, Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti) merupakan institusi yang membantu Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam mengoordinasikan dan meningkatkan kualitas pengelolaan PTM. Melalui majelis inilah perkambangan dan segala macam problematika PTM diseluruh Indonesia dipantu dan dipecahkan. Majelis Dikti juga bekerja untuk memfasilitasi pengembangan kapasitas good university governance PTM seluruh Indonesia. Terakhir  keempat, Pimpinan PTM-lah yang menjadi ujung tombak. Mereka yang setiap hari memimpin, menggerakan dan mengembangkan PTM. Kepemimpinan yang visioner, kreatif, inovatif, berani membuat terobosan dalam mengembangkan PTM sangat dibutuhkan di lingkungan PTM. Keterpaduan empat pilar ini menjadi dasar dalam pengembangan PTM.
Apa yang telah dicapai oleh Muhammadiyah dalam mengembangkan PTM-nya tentu perlu disyukuri oleh warga Muhammadiyah. Meskipun demikian jangan sampai membuat terlena dan merasa puas terhadap apa yang telah diraih selama ini. Secara kuantitas tentu sudah lebih dari cukup, tahap selanjutnya adalah meningkatkan dan menjaga kualitas PTM agar dapat terus berdaya saing, baik di level lokal, nasional, regional, bahkan hingga dunia Internasional. Untuk itu ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan oleh pengambil kebijakan baik itu Persyarikatan Muhammadiyah, Majelis Dikti, BPH, dan Pimpinan PTM. Yaitu antara lain;
Pertama, berdasarkan akreditas institusi secara keseluruhan yang dilakukan oleh Badan Akreditas Nasional (BAN), dari keseluruhan PTM se-Indonesia hanya Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang mendapatkan nilai A. Artinya kualitas kedua PTM tersebut sudah setara dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang juga terakreditasi A, seperti UGM, UI, ITB, Unair, dan lainnya. Padahal tidak semua PTN mendapatkan akreditasi A secara institusi, tentu ini sebuah prestasi yang layak untuk diteladani dan diikuti oleh PTM lainnya yang belum memperoleh akreditasi A. Sebaliknya, PTM yang sudah terakreditasi A perlu membagi pengalaman dan kerjasama dengan PTM lainnya untuk mampu meningkatkan kemampuan institusional yang unggul.
Kedua, PTM perlu terus untuk meningkatkan kualitas baik secara kelembangan maupun sumberdaya manusianya. Sebagai institusi pendidikan tinggi tentu PTM harus melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Ketiga aspek ini harus terus ditingkatkan, khususnya di aspek penelitian dan penerbitan. Sudah menjadi rahasia umum kalau penelitian dan penerbitan (hampir PTdi seluruh Indonesia) masih sangat kurang. PTM harus mengisi kekurangan ini dengan meningkatkan secara optimal fungsi pengkajian, penelitian, dan penerbitan. Degan ketiga aktivitas itulah ilmu pengetahuan dapat berkembangan, disebarkan dan bermanfaat luas. Pelan-pelan tapi pasti harus diseimbangkan, PTM yang hanya menitikberatkan pada pengajaran saja, menjadi PTM yang mampu memberi porsi yang sama antara pengajaran dan penelitian.
Ketiga, semangat kewirausahaan harus tumbuh dan berkembang di kalangan pengelola PTM. Pembiayaan PTM selama ini sebagian besar berasal dari dana mahasiswa, bantuan hibah pemerintah, dan bantuan lainnya. Beberapa PTM, semisal Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan UMY mencoba membangun sayap bisnis dalam rangka membangun kemandirian untuk jangka panjang. UMM telah memiliki hotel, pom bensin, toko buku, bahkan terakhir membeli wahana wisata Sengkaling. UMY memiliki BMT dan Perusahaan Travelling. Ke depan PTM perlu membuat alternatif pendanaan di luar dana yang berasal dari Mahasiswa, diperlukan lini bisnis yang mampu menopang pengembangan kampus serta kesejahteraan dosen dan karyawannya.
Keempat, dalam amatan Anthony Welch (2012), seorang ahli pendidikan tinggi dari Universitas Sydney, melihat bahwa Perguruan Tinggi di Indonesia masih belum mampu melakukan regionalisasi di kawasan Asia Tenggara. Baik PTN dan PTS Indonesia masih kalah bersaing dengan Universitas-Universitas yang berasal dari Thailand, Malaysia, Filipina, dan pastinya juga Singapura. Regionalisasi yang dimaksud adalah upaya membangun jejaring dan kerjasana dengan kampus-kampus yang berada di kawasan (regional) Asia Tenggara atau pun di kawasan Asia Pasifik. Peran Perguruan Tinggi Indonesia masih sangat minim kalau tidak boleh mengatakan marjinal. Hal ini bisa dilihat dari belum optimal partisipasi kampus-kampus Indonesia di ASEAN Universities Networks dan SEAMEO RIHED (South-East Asian Ministry of Education Organization Regional Centre for Higher Education and Development).
PTM harus menyadari bahwa dengan berjejaring dan kerjasama dengan berbagai kampus baik dalam maupun luar negeri, dengan kampus di kawasan Asia Tenggara atau bahkan di seluruh dunia akan juga memacu semangat untuk terus meningkatkan kualitas institusi dan sumberdaya manusia.  Minimal PTM yang belum maju bisa berjejaring dan kerjasama dengan PTN dan PTM yang sudah maju. Dengan harapan mampu mereduplikasi, menyerap, dan mencontoh tata kelola yang baik, budaya akademik yang unggul, serta semangat untuk terus bekerja secara kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan upaya serius tersebut, saya yakin PTM akan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan iptek dan ikut meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan. Semoga.

Oleh Moh. Mudzakkir, MA.
Dosen Sosiologi Pendidikan dan Peminat Higher Education Studies
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Sumber : www.khittah.com

PTM Perlu Kembangkan Model Pembelajaran Bahasa Inggris Berstandar Internasional

Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) perlu mengembangkan model pembelajaran bahasa Inggris dengan mengacu pada standar internasional. Pengembangan yang perlu dilakukan tersebut mencakup pembaharuan kurikulum dan metode mengajar. Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa serta lulusan pendidikan bahasa Inggris di PTM seluruh Indonesia.

Demikian disampaikan Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa (FPB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Jati Suryanto, S.Pd., M.A saat menghadiri Workshop Teaching Learning Strategies Dosen FPB yang dihadi​ri oleh 11 Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Jawa. Acara ini bertempat di Ruang Mini Teater Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UMY, Senin (5/01).

Jati mengungkapkan bahwa selama ini prodi pendidikan bahasa Inggris memang belum banyak mengacu pada model pembelajaran berstandar internasional. Dirinya mencontohkan UMY dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), sekalipun model pembelajaran bahasa Inggrisnya sudah cukup bagus, namun masih mengacu pada standar yang ditetapkan oleh dikti. “Sementara itu, untuk meningkatkan kualitas mahasiswa dan lulusannya, prodi bahasa Inggris perlu lebih meningkatkan model pembelajarannya dengan standar internasional. Agar pembelajaran bahasa Inggris yang didapatkan dari perkuliahan bisa digunakan oleh mahasiswa dengan baik, ketika mereka terjun langsung ke ranah internasional,” ungkapnya.

Karena itulah, lanjut Jati, diadakan workshop Teaching Learning Strategis tersebut. Selain untuk merumuskan dan mengembangkan model pembelajaran bahasa Inggris di PTM berstandar internasional, juga untuk menyusun kurikulum bahasa Inggris yang juga mengacu pada standar internasional. “Sehingga pola pendidikan bahasa Inggris yang ada di PTM bisa lebih meningkat. Kualitas mahasiswa dan lulusan pendidikan bahasa Inggris juga akan ikut meningkat. Dan saya harap, dengan pengembangan model pembelajaran dan kurikulum berstandar internasional tersebut nantinya juga dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang bukan jurusan PBI tapi ingin belajar bahasa Inggris dengan baik,” lanjutanya.

Selain itu, Jati juga menambahkan bahwa dalam workshop yang akan diselenggarakan hingga Rabu (7/1) ini juga akan diisi oleh dosen-dosen dari Center for English Language Communication (CELC) National University of Singapore (NUS). Mereka nantinya akan memberikan pengarahan dan informasi terkait manajemen Pendidikan Bahasa di NUS. NUS juga dipilih sebagai narasumber dalam kegiatan ini karena dipandang cocok sebagai contoh dari Pendidikan Bahasa tingkat internasional.

“Kegiatan ini sebenarnya telah disiapkan selama 2 tahun oleh Assosiation of English Department. Sebelumnya kegiatan workshop yang dilakukan hanya sebatas menyampaikan informasi mengenai metode pengajaran kepada mahasiswa. Sedangkan untuk workshop kali ini, akan lebih fokus pada bagaimana menyusun kurikulum Pendidikan Bahasa yang sesuai dengan standar kampus-kampus yang sudah berstandar internasional. Dan pematerinya akan disampaikan oleh NUS, karena menurut kami, NUS ini cocok dijadikan rujukan,” ujarnya.

Kegiatan ini, menurut Jati juga didukung atas kerjasama Temasek Foundation (TF) dan PBI UMY sebagai pelaksana kegiatan. Temasek sendiri merupakan lembaga yang melaksanakan pelatihan-pelatihan kepada tenaga pengajar di luar negeri. Akan tetapi dalam kegiatan ini, Temasek tidak hanya sebagai pelaksana tapi juga sebagai penyandang dana dari seluruh rangkaian kegiatan yang akan berlangsung selama 2 tahun sampai tahun 2016 ini.

Sementara itu, Dosen CELC NUS Dr. Willy A Renandya, dalam workshop tersebut menyampaikan tentang cara efektif dosen dalam mengajar. Menurutnya, dosen tidak harus terus menerus memberikan materi di depan kelas, tapi juga harus bisa membangun komunikasi dua arah seperti mengajak mahasiswa berbicara dengan suasana santai. “Dalam menyampaikan materi-materi perkuliahan, baik itu di dalam maupun di luar kelas, tetap harus menghidupkan komunikasi 2 arah antara dosen dan mahasiswa. Misalnya seperti mengajak mahasiswa-mahasiswa berbicara dengan suasana santai,” ungkapnya.

Rencananya workshop selama 5-7 Januari 2014 ini akan disampaikan oleh dosen-dosen dari NUS, diantaranya Assoc Prof. Wu Siew Mei (Director CELC), Ms. Susan Tan (Deputy Director CELC), Dr. Willy A Renandya (Senior Lecturer National Institute of Education-Singapore), Dr. Gene Segarra Navera (Lecturer CELC), Ms. Happy Goh (Senior Lecturer CELC), Dr. Radhika Jaidev (Senior Lecturer CELC). (Shidqi)

Sumber : umy.ac.id

Perguruan Tinggi Muhammadiyah Susun Kurikulum Matematika Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional

Program Studi (Prodi) Matematika dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Indonesia menyusun kurikulum pendidikan matematika berdasarkan kerangka kualifikasi nasional (KKN) Indonesia dan bukan berdasarkan kurikulum 2013. Hal ini dilakukan lantaran kurikulum 2013 masih gonjang ganjing pemberlakuannya.

Penyusunan kurikulum prodi matematika bagi PTM se-Indonesia ini dilakukan dalam rangkaian rapat kerja nasional prodi matematika PTM se-Indonesia di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Jumat (26/12).

Rakernas ini diikuti 31 dosen matematika dari 15 PTM se-Indonesia. “Penyusunan kurikulum berdasarkan KKN ini keputusan bagus, karena kurikulum 2013 masih gonjang ganjing pemberlakuannya,” ujar Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Suyanto saat membuka rakernas tersebut.

Menurut Suyanto, kurikulum yang disusun berdasarkan KKN didasarkan atas standar kualifikasi nasional. Dimana pendidikan dan pengajaran dimuarakan para output yang memenuhi standar kualifikasi tersebut.

Meski begitu, Suyanto meminta selain didasarkan pada KKN, penyusunan kurikulum pendidikan bagi prodi matematika PTM se-Indonesia juga harus didasarkan pada beberapa hal. Yaitu kata dia, mendidik mahasiswa untuk memiliki inovasi dan networking luas.

“Yang paling penting dirumuskan adalah, mahasiswa itu tahu untuk apa pentingnya mempelajari matematika. Ini harus dipahamkan salah satunya degan pembuktian riil pentingnya pendidikan matematika itu,” katanya.

Selain memberikan bekal agar siswa memiliki inovasi dan networking, prodi matematika juga harus membekali mahasiswanya life skill tertentu. Bekal life skill ini bisa diberikan dalam bentuk paket pembelajaran pendukung kurikulum.”Bisa berupa pendidikan kewirausahaan, kemampuan bahasa asing atau bekal hidup lainnya,” katanya.

Sementara itu Dekan FKIP UAD yang menjadi penyelelenggara Rakernas tersebut, Trikinasih Handayani mengatakan, untuk peningkatan pendidikan prodi matematika di PTM memang dibutuhkan kerjasama antar PTM itu sendiri.

“Melalui kegiatan ini diharapkan muncul kurikulum yang semakin baik dan menjawab kebutuhan pendidikan matematika itu sendiri,” ujarnya.

Kaprodi Pendidikan Matematika FKIP UAD, Abdul Taram mengatakan, selain menyusun kurikulum bersama rakernas Prodi Matematikan PTM se-Indonesia juga membahas program kerja assosiasi pendidikan matematika PTM se-Indonesia.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID