Lokakarya AIK Pascasarjana

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) merupakan muatan lokal yang bersifat wajib bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah/’Aisyiah (PTMA). Dalam Visi Pengembangan PTM 2015-2020 disebutkan bahwa “berkembangnya fungsi Pendidikan Tinggi Muhammadiyah yang berbasis al-Islam dan Kemuhammadiyahan, holistik-integratif, bertatakelola baik, serta berdaya saing dan berkeunggulan.” Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (4) Pedoman PTM disebutkan dua fungsi PTM, yaitu sebagai centre of excellence dan driving force kegiatan dakwah dan tajdid Muhammadiyah.

Kedua dokumen ini menunjukkan bahwa bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan adalah basis seluruh kegiatan akademik dan non-akademik di kampus PTMA. Di samping memikul tanggung jawab ideologis dan dakwah, pengelolaan AIK harus dilakukan secara professional, programatis, dan sesuai prinsip-prinsip good university governance, sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan lulusan yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu mengembangkan dan menerapkan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) sesuai dengan ajaran Islam dan bermanfaat untuk umat Islam, keindonesiaan dan kemanusiaan.

Untuk itu didakannya lokakarya AIK Pascasarjana. Acara ini dihardiri 32 peserta dari 18 PTMA se Indonesia dan dilaksanakan selama dua hari 23-24 Agustus di Hotel Santika Jakarta yang menjadi Tuan Rumah adalah UHAMKA. Dari 18 PTMA tersebut yang hadir Rektor, Direktur pascasarajana dan Dosen AIK.

Dari setiap kampus masing-masing bercerita tentang AIK pasca bagi yang sudah memberlakukan sebelumnya antara lain dari UMS, ataupun UHAMKA. Harapannya setelah adanya lokakarya ini dapat terusmuskan irama, metode dan keselarasan AIK di Prodi Pascasarjana untuk kedepan.

AIK sudah diterapkan di Prodi D3 ataupun S1 namun belum diberlakukan di Prodi Pasca. Nantinya akan diberlakukan di semua prodi mengingat AIK termaktub dalam catur darma PTMA. Irama, konsep dan goalnya juga akan berbeda dari AIK yang diberlakukan di D3 ataupun S1. Untuk jumlah sksnya juga baru di godok dalam lokakarya AIK Pascasarjana, Pungkas Sayuti Sekjend Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.

 

Pameran PTM di Thailand

Sebanyak 10 Perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) mengikuti pameran Pendidikan di Prince Shongkla University, Hat Yai Thailand 17-18 Agustus lalu. Pameran dibuka oleh mantan Perdana Menteri Chuan Leek Pai.

Prof. Dr. Lincolin Arsyad Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhamadiyah, mengatakan keikutsertaan dalam pameran untuk mempromosikan PTM kepada masyarakat Thailand. Menurut beliau saat ini lebih dari 300 mahasiswa Thailand kuliah di sejumlah PTM di Indonesia seperti UM Malang, UM Medan dan UM Yogyakarta. “Kami akan terus meningkatkan promosi disini sebagai bagian dari dakwah Muhammadiyah melalui Pendidikan bagi siapapun” ujar Lincolin.

Konsul RI Di Songkhla Thailand, Triyogo Jarmiko, mengatakan potensi pasar Pendidikan tinggi di Thailand masih sangat besar. Di wilayah Selatan saja, potensi setiap tahun sekitar 1.700 mahasiswa, namun baru termanfaatkan sekitar 1.100 mahasiswa.

Prof. Dr. Edy Suandi Hamid Wakil Majelis Diktilitbang mengatakan saat ini PTM tidak hanya menjaring mahasiswa dari Thailand, tetapi juga mengirimkan mahasiswanya untuk KKN dan praktik di Thailand Selatan. “Kami juga ucapkan terima kasih, Karena pameran PTM mendapat bantuan dari Konjen”.

Ketua Asosiasi Kantor Urusan Internasional (ASKUI)  PTM Endang Zakaria mengatakan, tahun lalu PTM menerima sekitar 100 mahasiswa  asal Thailand Selatan. “Itu kita seleksi dari ratusan pelamar yang mendaftar melalui Southern Border Province Administration Center dan Moslem Education Development Asscociation of Thailand,” ujarnya Endang Zakaria yang jadi ketua ASKUI PTM. (Dev)-m/Arif

Homepage

Pendampingan Peningkatan Akreditasi PTMA

Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyelenggarakan kegiatan Pendampingan Persiapan Visitasi Akreditasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) di Hotel Arjuna Yogyakarta pada 4-6 Agustus 2017.

Dijelaskan Edy Suandi Hamid, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah kegiatan ini dikhususkan untuk persiapan visitasi akreditasi AIPT agar kualitas pendidikan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah semakin baik.

“Kita memiliki kredo unggul, berdaya saing dan berkemajuan. Tentu butuh upaya yang luar biasa untuk mewujudkannya, kita harus bersinergi anatara Pimpinan Pusat dan PTMA,” ujar Edy dalam pidato pembukaan acara.

Sebagai informasi, acara yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan PTMA ini terdiri dari 54 orang, baik dari sekolah tinggi, akademik, politeknik dan universitas Muhammadiyah.

Lebih lanjut Edy mengatakan bahwa peserta pada acara ini adalah perguruan-perguruan tinggi yang sudah mengajukan penilaian akreditasi kepada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), sehingga diharapkan persiapan yang dilakukan oleh PTMA dapat berjalan maksimal.

“Kita di sini melakukan persiapan bersama-sama, di akhir juga akan ada simulasi visitasi agar PTMA memiliki gambaran yang jelas untuk visitasi dari BAN PT,” tambahnya.

Edy berharap dari kegiatan ini Muhammadiyah akan semakin maju dalam menyerukan dakwah bidang pendidikan serta terus membaktikan diri untuk negeri melalui jalur pendidikan. (nisa)

Diktilitbang Merintis KKNMu Model Etnografi

“KKNMu adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pembelajaran dan pemberdayaan melalui kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah amar makruf nahi munkar,” kata Ketua Panitia KKNMu, Dr Rina Ratih, Senin (31/7).

Menurutnya, KKNMu dilaksanakan dengan prinsip co-creation(gagasan dari berbagai pihak terkait), co-financing (dukungan dari berbagai pihak terkait), flexibility (menyesuaikan dengan situasi kondisi lingkungan dan kebutuhan pemerintah, mitra kerja, dan masyarakat dalam proses pembangunan di daerah).

KKNMU pada tahun ini meningkat dan terus bertambah total 433 mahasiswa dari 28 PTM akan melaksanakan KKN yang ditempatkan di empat kecamatan.

Kemudian Prof Sjafri Wakil Majelis Diktilitbang merespon dari KKNMu di sela-sela sambutannya mahasiswa harus memiliki  integritas bangsa dan nasionalisme dalam tiga  spirit yang saling berintegrasi: moralitas, intelektualitas dan kreativitas .  Setiap mahasiswa peserta KKN-MU harus memberikan teladan yang baik dengan menebar kedamaian dan akhlaqul karimah, ikut menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam dan bangsa ini.

Kemudian Prof Sjafri menambahakan progaram KKNMU tahun ini menerapakan metode etnografi yang dapat menghimpun data di lapangan, membaca realitas sosial dan keagamaan secara partisipatoris.  Data seperti ini sangat penting bagi Muhammadiyah, Islam dan bangsa tutupnya.

Muhammadiyah Sangat Diterima di Papua

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STIKIP) Muhammadiyah Sorong, Rustamaji menilai, ada dua alasan utama Muhammadiyah sangat diterima di Papua. Karenanya, tidak heran ada sekitar empat Perguruan Tinggi Muhammadiyah berdiri di Papua.

“Alasannya, pertama karena semua orang di Papua itu kenal Muhammadiyah,” kata Rustamaji saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (12/7).

Makanya, lanjut Rustamaji, kalau ada orang Muhammadiyah yang membuat amal usaha dengan nama lain itu keliru. Kedua, karena orang-orang di Papua melihat Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jawa begitu profesional, sehingga ada kesimpulan kalau dalam mengelola pendidikan Muhammadiyah lebih profesional.

Bahkan, di Sorong ada suster-suster dan biarawati-biarawati yang menjadi mahasiswi dan sudah menjadi pemandangan biasa. Maka itu, jangan kaget kalau mereka memang lebih hafal dengan ‘Sang Surya’ yang merupakan mars Muhammadiyah. Tentu mereka mampu menyanyikannya lebih baik karena sudah berlatih di gereja.

Salah satu pembedanya karena STIKIP Muhammadiyah di Sorong memiliki kearifan lokal, memahami karakter dan budaya anak-anak Papua dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Jadi, semisal di Jawa ada batas pembayaran untuk pendaftaran, mereka di STIKIP Sorong sudah bsia mendaftar sebelum membayar.

“Ada yang sampai wisuda masih belum lunas, ini salah satu bentuk kearifan lokal, dan kita harus sadar kita di mana, jadi tidak boleh semata-mata mengejar profit,” ujar Rustamaji.

Ia menekankan, tenaga pendidik di STIKIP Muhammadiyah Sorong harus betul-betul memiliki misi memajukan saudara-saudara di Papua. Hasilnya, masyarakat lokal pun menyadari kalau adanya Muhammadiyah itu untuk Papua, dan mereka menerimanya dengan tangan terbuka tanpa ada satupun tudingan yang terdengar.

STIKIP Muhammadiyah Sorong sendiri berdiri sejak 2004, dan pada 2016 sudah resmi menyandang akreditasi institusi satu-satunya dengan peringkat B di Papua Barat. Memiliki jumlah mahasiswa 3.000 orang lebih, mereka masuk ke Cluster Madya untuk PTS se-Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Barat.

Jika dilihat di BAN-PT, STIKIP Muhammadiyah Sorong jadi satu dari 350-an PTS yang terakreditasi institusi B dari 4.000-an dan jadi Peguruan Tinggi termuda di Indonesia. Ada 9 program studi yaitu Bahasa dan Sastra Indonesia, Inggris, Biologi, Matematika PPKN, PGSD, PJKL IPA dan Teknologi Informasi.

“Dan selama ini di STIKIP Muhammadiyah Sorong sendiri ada sekitar 70 persen mahasiswa non-Muslim dan tidak pernah terjadi semacam konflik antara mahasiswa apalagi masalah agama,” kata Rustamaji.

Ia menegaskan, mereka tetap mengikuti UU Pendidikan yang mengatur mahasiswa itu harus mendapatkan mata kuliah agama sesuai agama dari dosen yang sesuai keyakinannya. Maka itu, mata kuliah Kristen pun diajarkan dosen Kristen,  kecuali Kemuhammadiyahan mengingat itu pengetahuan wajib yang umum.

Termasuk, lanjut Rustamaji, pendidikan bahasa arab yang sudah jadi umum diberikan dan tidak pernah menimbulkan masalah. Ia malah heran bila mendengar konflik yang terjadi di daerah-daerah luar Papua, dan ini yang tampaknya layak dijadikan model bagi kampus-kampus di seluruh Indonesia.

Ada pula program-program yang bermitra dengan UNICEF seperti literasi dan PAUD, dan dilibatkan tenaga-tenaga non-Muslim dari Papua, Ambon dan sebagainya. Mereka pun mengaku nyaman dan tidak jarang tenaga-tenaga pengajar yang non-Muslim dengan bangga mengaku sebagai Muhammadiyah.

“Bagi saya, saya anggota Muhammadiyah biasa, tapi bapak-bapak itu anggota istimewa Muhammadiyah,” ujar Rustamaji.

Sumber Republika

PTMA Pusat Keunggulan Muhammadiyah

Pemerintah dewasa ini terus berupaya untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan. Karena disadari bahwa ketimpangan infrastruktur pendidi­kan di pelosok nusantara cukup besar. Oleh sebab itu dalam beberapa tahun ke depan pemerintah akan meningkatkan aksesibilitas pendidikan.

Bagi Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, semakin banyak jumlah Perguruan Tinggi (PT) saat ini memang diperlukan. Namun jika mutunya tidak terkendali, maka justru akan mencoreng wajah dunia pendidikan di Indonesia.

“Ini yang menjadi sorotan kami, sekalipun masyarakat membutuhkan aksesibilitas yang tinggi dengan adanya jumlah PT yang mencukupi, namun masyarakat juga layak untuk mendapat PT de­ngan mutu yang terjamin,” kata Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof Edy Suandi Hamid di Yogyakarta, Rabu (12/7).

Pandangan yang ia sampaikan berkaitan dengan potret aktual dari dunia PT di Indonesia selama ini. Dari sini, ia percaya diri bahwa Perguruan Tinggi Muhammadi­yah Aisyiyah (PTMA) berhasil menjadi acuan bagi pembuatan regulasi terkait PT di Indonesia. “Acuan itu terkait orientasi pada kualitas dibanding kuantitas,” ujar Edy menambahkan.

Meskipun demikian, pria yang juga guru besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) itu tak menampik, kuantitas merupakan unsur yang penting. Namun sebelum membicarakan kuantitas, alangkah baiknya hal itu juga dibarengi dengan ada­nya capacity building, sehingga menghasilkan PT yang berkualitas.

Ia mengatakan, begitu banyaknya jumlah PT di Indonesia dimana saat ini jumlahnya cenderung tidak terkendali,  akhirnya menyadarkan pemerintah untuk kemudian menerapkan moratorium terbatas. Dengan adanya moratorium terbatas itu, maka perizinan pendirian PT untuk be­berapa program studi di beberapa wilayah menjadi tak semudah sebelumnya.

“Muhammadiyah telah menerapkan pembatasan pendirian Perguruan Tinggi Muhammadi­yah Aisyiyah (PTMA) ini jauh sebelum kebijakan pemerintah yang mulai diterapkan pada awal tahun ini,” ucapnya.

Gambaran ini menunju­kkan, lanjut Edy, Muhammadiyah lebih dahulu menyadari bahwa peningkatan kualitas adalah sebu­ah keniscayaan. Hal tersebut juga dibuktikan melalui realisasi dari visi dan misi PTMA menjadi PT dan program studi yang unggul. Tak mengherankan, lanjut dia, kini yayasan yang memiliki jumlah institusi PT terbanyak di dunia itu telah berhasil menelurkan empat PTMA (UMY, UMM, UHAMKA, dan UMS) dengan Akreditasi A dan 85 Pro­di dengan Akreditasi A.

Meskipun begitu, ia juga menyadari dari sisi kuantitas, jumlah PTMA relatif stagnan. Bahkan, secara kelembagaan maupun jum­lah mahasiswa, terjadi penurunan dari sisi market share.  “Ini bukan disebabkan oleh penurunan jum­lah PTMA atau jumlah maha­sis­wa, melainkan karena pertumbu­han PTMA jumlahnya dibawah angka pertumbuhan nasional,” ucap Edy.

Namun secara substansi, ia mengklaim bahwa PTMA memiliki kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan kebanyakan PTS ‘perorangan’, terutama PTS yang terdapat di daerah-daerah. Apalagi, dari semua PTMA, jumlah institusi yang telah terakreditasi sudah lebih dari 48 persen. Sementara PTS lain masih berkisar di angka 20 persen.

Dari sini Edy pun optimistis bahwa PTMA bukanlah pemain pinggiran, karena PTMA dapat ber­main di kelas menengah dan kelas atas. Bahkan, terdapat PTMA yang kualitasnya lebih ung­gul dibanding Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Beberapa keunggulan berhasil diraih oleh PTMA karena adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Indikatornya terlihat dari jumlah guru besar atau pang­kat fungsionalnya, serta jenjang pendidikan akademik dari staf pengajar atau dosen. “Hal itu juga didukung dengan hasil riset dan publikasi yang berkualitas,” katanya.

Tak hanya itu, seluruh keunggulan yang dimiliki PTMA juga didukung oleh sarana dan prasa­rana pendidikan yang baik serta proses belajar mengajar yang terstruktur, baik serta disiplin. Selu­ruh indi­kator itu tentu memiliki kontribusi dalam melahirkan lu­lusan yang unggul baik dari sisi akademis, keterampilan serta karakter.

Menurutnya, indikator-indikator itulah yang membuat PTMA berhasil mendapatkan kepercayaan publik dan membuatnya men­jadi pilihan bagi para calon maha­siswa.

Oleh karena itu, ia pun sangat sepakat dengan adanya morato­rium pendirian PT. Karena, lanjut Edy, meski kuantitas penting sebagai organisasi dakwah, namun kualitas jauh lebih penting sehing­ga PT mampu hadir sesuai dengan kebu­tuhan masyarakat dan dapat memberikan manfaat yang optimal.

“PTMA hadir bukan sekedar ada, namun hadir untuk berkontribusi dalam melahirkan insan cerdas, percaya diri dan berakhlak mulia,” ucapnya.

Selain itu, ia juga menekankan bahwa masyarakat tak perlu khawatir akan adanya intoleransi atau radikalisme dalam PTMA, karena, visi PTMA dalam memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta keterampilan  untuk pembangunan dan masyarakat Indonesia dilakukan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Sumber Republika

Muhammadiyah Perekat Kebinekaan dan Toleransi

Pendidikan yang berkualitas sebagaimana misi PP Muhammadiyah juga diterap­kan di wilayah Indonesia Timur termasuk di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal.

“Menjadi kebijakan dari PP Muhammadiyah untuk memberikan perha­tian ke daerah 3T (terluar, terde­pan dan tertinggal) serta daerah yang Mu­slimnya minoritas agar mendapat perhatian dalam konteks dakwah,” ujar Sekretaris Majelis Diktilit­bang PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, Rabu (12/7).

Kebinekaan bagi Muhamma­diyah bukan hanya kata-kata dan retorika, tetapi aksi dan kerja nyata. Saat ini ada enam PTMA yang memiliki 70-80 per­sen ma­ha­siswa non-Muslim. Dari jum­lah itu empat PTMA di Papua dan dua di Nusa Tenggara Timur (NTT). PTMA di Papua ya­itu Universitas Muhammadiyah Sorong, Sekolah Tinggi Ke­guruan dan Ilmu Pen­didikan (STKIP) Muhammadiyah Sorong, STKIP Muhammadiyah Manokwari, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura.

Kemudian di NTT yaitu Uni­versitas Muhammadiyah Kupang dan IKIP Muhammadiyah Mau­mere. Di kampus tersebut, maha­siswa yang sebagian besar beragama Protestan dan Katolik me­miliki kewajiban mempelajari Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) untuk memberi pemaha­man tentang Islam secara benar.

“Selama kuliah mereka tidak pernah merasa diintimidasi, dan teman-teman dosen tentu mela­kukan modifikasi mata kuliah Al Islam tersebut,” kata Sayuti.

Sayuti menjelaskan, orientasi mutu pendidikan sangat ditekan­kan di PTMA karena mengacu pa­da regulasi yang ditetapkan pe­me­rintah. PTMA mempunyai do­sen tidak tetap yang non-Muslim un­tuk mata kuliah tertentu, bah­kan ada juga Pastur yang ikut me­ng­ajar. “Kualitas dosen tentu sangat kami jaga.”

Selain menjaga kualitas pendi­dikan, kehadiran PTMA juga memiliki tugas baru sebagai agen perubahan sosial, terutama pola pikir masyarakat lokal tentang pendidikan.

Alhamdulillah itu terjadi, mi­salnya sampai ada pernyataan ka­lau mahasiswa-mahasiswa di Muhammadiyah itu jadi wangi dan ber­sih, jadi hidden curri­cu­lum ada­nya perubahan budaya, sebab modernisasi tidak cuma teknologi, dan wangi atau bersih itu sendiri me­rupakan nilai Islam,” kata Sayuti.

Sumber Republika

KKNMu Periode IV Digelar di Ogan Ilir Sumatra Selatan

Sebanyak 28 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dari seluruh Indonesia bergabung dalam Kuliah Kerja Nyata Muhammadiyah untuk Negeri (KKNMu) yang akan berlangsung di Kabupaten Ogan Ilir Sumatra Selatan pada 1-30 Agustus 2017. KKNMu kali ini adalah yang keempat setelah beberapa tahun sebelumnya dilaksanakan di Gorontalo, Metro Lampung, dan Bojonegoro, Jawa Timur.

“KKNMu adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pembelajaran dan pemberdayaan melalui kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah amar makruf nahi munkar,” kata Ketua Panitia KKNMu, Dr Rina Ratih, Senin (31/7).

Menurutnya, KKNMu dilaksanakan dengan prinsip co-creation(gagasan dari berbagai pihak terkait), co-financing (dukungan dari berbagai pihak terkait), flexibility (menyesuaikan dengan situasi kondisi lingkungan dan kebutuhan pemerintah, mitra kerja, dan masyarakat dalam proses pembangunan di daerah).

Selanjutnya, sustainability (harus melahirkan pembangunan/pengembangan berkelanjutan di tengah masyarakat sasaran), dan research based community services (setiap kegiatan didasarkan/ dilaksanakan berdasarkan hasil kajian ilmiah).

Ditegaskan, KKNMu ini memiliki nilai lebih karena melatih mahasiswa untuk bekerja sama dengan mahasiswa lain dari seluruh Indonesia. “Keterampilan kerja sama, problem solving, rasa memiliki Tanah Air Indonesia serta komitmen membangun bangsa secara bersama-sama adalah salah nilai yang ingin ditanamkan melalui KKNMu,” katanya, dalam siaran pers.

Pemerintah Daerah Ogan Ilir melalui Bupati M Ilyas Panji Alam sangat mendukung program ini bahkan menyediakan dukungan luar biasa (finansial dan non-finansial) untuk menyukseskan program-program KKNMu. Lebih jauh lagi beberapa kepala daerah dan pimpinan PTM sudah menyatakan siap menjadi tuan rumah lokasi KKNMu berikutnya, seperti UM Bengkulu, UM Riau, dan UM Purwokerto.

Sementara itu, Muhammad Sayuti, dari Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, menjelaskan total 433 mahasiswa dari 28 PTM akan melaksanakan KKN yang ditempatkan di empat kecamatan. Terdiri atas 45 desa dengan rincian jumlah peserta yakni UM Sumatra Utara (5), UM Riau (18), UM Palembang (100), STIKES Muh Palembang (10), UM Metro Lampung (11), UM Bengkulu (11), UM Tangerang (25).

Kemudian UM Jakarta (19), UHAMKA Jakarta (13), UM Sukabumi (12), UM Purwokerto (36), STIKES Muh Pekajangan Pekalongan (6), UM Magelang (5), UAD Yogyakarta (49), UMY Yogyakarta (7), UM Surakarta (15), UM Ponorogo (11), UM Gresik (3), UM Surabaya (7), UM Sidoarjo (4), UM Malang (5), UM Makassar (14), UM Parepare (6), STISIP Muh Rappang (3), UM Luwuk (2), UM Gorontalo (5), UM Kendari (24), dan UM Sorong Papua Barat (7).

Diharapkan KKNMu tahun berikutnya akan diikuti lebih banyak PTM karena saat ini baru 28 dari 173 PTM yang berpartisipasi. Ia menegaskan, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah sebagai majelis yang mengoordinasikan seluruh PTM mengharapkan dukungan dari lembaga-lembaga penyandang dana, Lazis, corporate social responsibility (CSR), pemerintah, serta lembaga lain yang memiliki kepedulian yang sama untuk turut memperluas dampak program KKNMu ini.

Sumber republika.co.id

Peta Dakwah Muhammadiyah Lewat KKN

Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan Islam melalui berbagai kegiatan yang didasarkan pada nilai  Amar Makruf Nahi Munkar, telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menyebarkan agama Islam di tengah kehidupan masyarakat, Muhammadiyah telah melaksanakan berbagai strategi dakwah mulai dengan yang konvensional seperti kegiatan pengajian, ceramah agama di kalangan komunitas terbatas sampai dakwah modern melalui media sosial, Radio dan Televisi.

Kehadiran sekolah tinggi dan universitas yang didirikan oleh Muhammadiyah menjadi fenomena tersendiri. Tercatat sebanyak 164 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan delapan Perguruan Tinggi Aisyiah telah berdiri di berbagai penjuru tanah air, dari Banda Aceh  sampai Jayapura. Mayoritas PTM dan PTA melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) serta kegiatan pengabdian pada masyarakat sebagai implementasi dari salah satu Dharma Tri Dharma Perguruan  Tinggi, yaitu Pengabdian Terhadap Masyarakat. Sebagai agent of change, lulusan Pendidikan Tinggi dituntut untuk dapat menyaksikan realitas kehidupan masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah yang umumnya tinggal di daerah pedesaan atau kawassan perkampungan di kawasan perkotaan.

Dr. Robby Abror H, Dr. Chairil Anwar

Program KKN mengandung sejumlah fungsi penting dalam dakwah tutur Wakil Ketua juga sekaligus Koordinator Bidang 3 Penelitian dan Pengembangan Budaya Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah dalam pembukaan Workshop Pengembangan Peta Dakwah Muhammadiyah melalui KKN.

Pertama, program KKN dipandang sebagai sarana bagi mahasiswa untuk mempertajam dan mempertebal empati terhadap kehidupan masyarakat yang tingkat kesejahteraannya masih relatif rendah.

Kedua,  bagi masyarakat penerima, program KKN  dapat menjadi sarana bagi tumbuhnya nilai-nilai baru tentang pentingnya kedudukan pendidikan dalam menopang kehidupan masyarakat.

Ketiga, bagi Muhammadiyah sebenarnya Program KKN dapat menjadi sarana penting bagi kepentingan pengembangan dakwah yang dilakukan. Selama ini ini fungsi itu sudah dijalankan, dengan turunnya para mahasiswa dan dosen memberikan pengajian atau membuka kursus membaca Al Quran selam program KKN berjalan.

Acara ini dilaksanakan selama dua hari yakni sejak tanggal 14 hingga 15 Juni 2017 di Universitas UHAMKA dan diikuti oleh beberapa PTMA perwakilan. Ide cerdas yang diajukan oleh Prof Sjafri Sairin (Anggota Majelis Diktilitbang) ini harus disambut baik karena akan berkontribusi pada peningkatan kualitas KKN di PTM/A. (Arif W/Robby A)

Call For Papers Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

Ketentuan :

 Filsafat Pendidikan Islam (Menurut Filsuf Muslim Klasik, Modern, Kontemporer)

 Pandangan Tentang Alam Semesta

  1. Pola Perkembangan Kehidupan Manusia,
  2. Perkembangan Jiwa Manusia
  3. Ilmu Pengetahuan & Teknologi (Peran Bagi Pengembangan Peradaban)
  4. Pembelajaran (Cara Memperoleh Ilmu)
  5. Sejarah dan Masa Depan Peradaban Umat Manusia (lihat doktrin tentang kiamat dan imajinasi tentang baldatun toyyibatun wa robbun ghafur)

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (sebagai terapan Filsafat Pendidikan Islam)

  1. Fungsi ilmu, akal dan pembelajaran
  2. Ilmu sebagai hasil belajar
  3. Makna kemanusiaan bagi pengembangan kesalehan syar’i
  4. Fungsi komunitas bagi pengembangan dan pemeliharaan kesalehan syar’i
  5. Revitalisasi Pendidikan Islam Keputusan Muktamar Yogyakarta 2010
  6. Pendidikan Menurut Generasi Pendiri dan Pelanjut

Syarat :

  1. Peserta dapat dikuti persorangan atau kelompok maksimal 3 orang.
  2. Peserta menuliskan FPI atau FPM sesuai tema dan subtema yang dikehendaki.
  3. FPI minimal 50 halaman, FPM 20 halaman. Masing-masing 1,5 spasi.
  4. Tulisan atau riset belum pernah dipublikasikan.
  5. Ditulis dalam bahasa indonesia dan catatan kaki.
  6. Naskah lengkap dikirim ke Email diktilitbang@muhammadiyah.id dengan format subjek CFP2017 spasi NAMA contoh CFP2017 Fira Astuti

Timeline

27 Juni – 10 Juli 2017 : Pengiriman Ringkasan Proposal

24 Juli 2017 : Pengumuman Tulisan Terpilih

15 September 2017 : Pengiriman lengkap

Contact person: 089696936462

Contoh cara menulis For Call Papers;

Setiap rujukan yang dijadikan basis analisa hendaklah kutipan langsung, lalu dikaji menurut cara pandang yang dianut penulis.

Kajian atas pandang Filsuf Muslim atau tokoh Muhammadiyah difokuskan pada padangan tentang manusia, ilmu, kurikulum, guru dan kegiatan belajar-mengajar.

Sekedar contoh berikut dikutipkan Rumusan Filsafat Pendidikan dalam beberapa kepustakaan yang beredar luas di Indonesia.

Pandangan Ibn Sina Tentang Kejadian Alam melalui Emanasi

  • الإبداع هو أَن يكون من الشىء وجود لغيره, متعلق به فقط, دون متوسط من مادة, أَوآلة, أَوزمان.
  • وما يتقدمه عدم زمانى, لم يستغن عن متوسط.
  • والإبداع أعلى مرتبة من التكوين والإحداث.

Maksud teks tersebut menurut Mehdi  Ha’iri Yazdi adalah sebagai berikut: “Emanasi (al-Ibda’) adalah sesuatu yang dengannya sebuah eksistensi dilahirkan dari yang lain, dan bergantung pada eksistensi lain tanpa perantaraan materi, instrument, ataupun waktu. Tetapi, suatu yang didahalui oleh noneksistensi dalam waktu tidak akan membutuhkan perantara. Tindak emanasi, karenanya, mempunyai derajat yang lebih tinggi dari tindak penciptaan dan kontingensi.” 

 Aliran Pragmatisme:

Aka-pikir kejiwaan (mind) dan materi (matter) bukanlah dua hal terpisah dan independen. Manusia hanya mengetahui materi sebagaimana mereka mengalami dan berefleksi atas dasar pengalaman tersebut dengan akal-pikir-kejiwaan mereka.

Pelajar merupakan subjek yang memiliki pengalaman, yang mengalami, sehingga menjadikannya mampu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan situasi problematik. Seorang pelajar, dalam belajar sebagaimana ia bertindak terhadap lingkungannya, dirangsang bertindak oleh lingkungannya. Pengalaman sekolah adalah bagian dari hidup daripada sekedar persiapan untuk hidup. Cara seseorang belajar di sekolah tidaklah berbeda secara kualitatif dari cara ia belajar dalam aspek-aspek lain kehidupannya.

Guru bukan seorang guru dalam pengertian tradisional. Bukanlah seseorang yang mengetahui apa yang dibutuhkan subjek didik di masa depannya karenanya mempunyai fungsi menanamkan unsur esensial pengetahuan pada diri subjek didik. Tak seorang pun mengetahui apa yang dibutuhkan subjek didik karena kita hidup dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.

Guru adalah pendamping yang lebih berpengalaman, karenanya dipandang sebagai pemandu dan pengarah.

Kurikulum tak boleh dibagi dalam bidang materi pengajaran yang membatasi dan tidak alamiah. Kurikulum perlu dibagun atas dasar unit-unit alamiah (wajar) yang tidak menimbulkan persoalan dan pengalaman yang menekan para subvjek didik. Unit-unit khusus studi bisa saja berbeda dari tiap tingkat, tapi ide utamanya ialah bahwa materi pengajaran tradisional (seni, sejarah, ilmu pasti, membaca) dapat dianyam ke dalam sebuah teknik pemecahan masalah yang menggunakan naluri keingintahuan pada subjek didik untuk mempelajari materi pengajaran tardisional seperti mereka menggeluti berbagai problem dan isu yang sangat menarik buat mereka dalam pengalaman keseharian.

Pandangan Pragmatis (dzarai’iyyah) Ibn Khaldun:

 Manusia menurut Ibn Khaldun, memiliki kelebihan dibading makhluk lain, karena kemampuan idrak (kesadaransubjek atas sesuatu di luar diri), juga memiliki akal pikiran (al-fu’ad) yang berpusat pada system saraf otak, sehingga mampu melakukan persepsi, abstraksi, dan imajinasi. Aktivitas berfikir ialah proses kejiwaan di balik pencerapan inderawi dan proses mondar-mandir kognitif, mengabstraksi dan mensistematisasi cerapan inderawi. Pengetahuan yang diperoleh seeorang melalui pembelajaran adalah hasil belajar bukan sekedar bakat bawaan.

Contoh bisa di download