“Perempuan merupakan subjek yang sangat penting baik itu di dalam keluarga, di lingkungan kerja, maupun di masyarakat. Sehingga perempuan harus dapat menunjukkan kemampuannya untuk maju, mandiri, dan berada di posisi yang setara dengan laki-laki”. Begitu pungkas Prof. Dr. Dyah Mutiarin, S.IP., M.Si., dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang baru saja meraih gelar Guru Besar dalam bidang Ilmu Pemerintahan sekaligus menjadi Guru Besar Perempuan pertama yang dimiliki UMY. Pemaparan itu cukup mematahkan stigma masyarakat terhadap peran perempuan. Bagi dyah, perempuan memang harus bisa dan memiliki posisi yang penting di dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam membentuk masa depan universitas.
Ketertarikannya terhadap ilmu pemerintahan mengantarkan dyah untuk melakukan beberapa penelitian tentang Pemerintahan dan Kebijakan Publik. Lebih detail, penelitian yang dilakukan oleh Kepala Lembaga Riset dan Inovasi UMY ini berfokus kepada manajemen pemerintahan dan inovasi kebijakan publik yang ada di dalam pemerintahan. Menurutnya pula, pemerintahan yang adaptif, inovatif, responsible (pemerintahan cergas/agile government), sangat diperlukan dalam mengelola kebijakan publik, terlebih di masa pandemi ini. “Contohnya yaitu dalam menangani pandemi Covid-19 ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat kebijakan, namun kebijakan tersebut sering mengalami perubahan, kemudian juga melakukan inovasi kebijakan dari pengalaman di lapangan, tentunya hal ini memerlukan model birokrasi yang cergas (giat/gesit/cekatan, red) dalam sebuah pemerintahan. Namun demikian birokrasi yang cergas ini juga memerlukan penguatan pelibatan masyarakat untuk mengontrol kebijakan tersebut,” jelasnya dilansir dari website UMY (5/11).
Dyah berharap gelar Guru Besar yang diraihnya serta status sebagai Guru Besar perempuan pertama di UMY dapat menjadi motivasi bagi dosen lainnya. “Saya juga berharap agar universitas dapat terus mendukung sumber dayanya untuk terus berkembang,” pungkasnya. [] UMY/Diktilitbang