Public Relations Harus Punya Etika dan Moral Tinggi

Profesi Public Relations (PR) sejatinya menuntut seseorang untuk memiliki etika dan moral yang tinggi dalam menjalankan pekerjaannya. Seorang PR harus bisa memegang etika yang diset dengan tinggi. Karena itulah, seorang PR tersebut harus bisa memisahkan hobi dengan strategi dalam pekerjaan.

Hal tersebut diungkapan Muchamad Husni, salah seorang Praktisi Public Relations PT. Astra Argo Lestari yang hadir dalam Sharing Class : Public Relations and Ethics bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY, Jum’at (7/10) di Ruang Mini Theater Gedung D Kampus Terpadu UMY. Sharing Class ini juga menghadirkan pembicara lain yaitu Dyah Rachmawati Sugiyanto, Pranata Humas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam pemaparannya, Husni juga mengatakan bahwa seorang PR itu harus jujur dan memberi informasi yang jelas. ” Seorang PR itu harus mempunyai etika dan moral yang tinggi. Selain itu, juga harus bersikap jujur dan bisa memberikan informasi yang jelas. Senjata utama PR terletak pada inner beautynya yang biasa ditunjukkan sehari-hari,” tambahnya.

Namun Husni juga mengakui bahwa bekerja sebagai PR itu menyenangkan. “Bekerja menjadi Public Relation itu bikin happy. Bisa membuat awet muda karena selalu menemukan hal baru, bertemu orang baru dan insya allah punya amalan yang banyak karena menjalin silaturahmi dengan orang-orang baru.”

Dalam sharing class ini, Husni juga menceritakan pengalamannya menjadi Public Relations (PR) di perusahaan swasta. Menurutnya, menjadi PR di perusahaan swasta khususnya di perusahaan minyak kepala sawit menemui banyak tantangan. Namun begitu justru di situlah keseruannya. “Minyak kelapa sawit dalam industri minyak selalu dicitrakan negatif. Kami banyak menghadapi kampanye negatif soal minyak kelapa sawit. Industri sawit itu membunuh orang utan, minyak sawit tidak sehat karena dapat menambah kolesterol, dan masih banyak lainnya. Untuk itu, sebagai PR kita menjelaskan bahwa perusahaan sawit itu tidak seburuk yang diberitakan, bahkan bisa dibilang baik. Kelapa sawit bisa menjadi potensi nasional Indonesia yang luar biasa,” paparnya.

Dalam menjalani pekerjaan sebagai PR, Husni juga mengaku sangat menikmatinya. “Saya selalu menikmati keseharian pekerjaan saya. Kita bisa melihat potensi Indonesia yang luar biasa besarnya. Saya banyak kenal orang baru dan menambah pengalaman seru,”ujar Husni tersenyum.

Senada dengan Husni, Dyah Rachmawati Sugiyanto selaku Pranata Humas LIPI juga menekankan etika menjadi PR yang juga harus siap mental dan menjaga idealisnya. “Menjadi PR harus siap mental karena kita kerja di lapangan menghadapi langsung client, harus siap kerja dimanapun, kapanpun dan juga harus tetap menjaga idealisnya sebagai PR,”tuturnya.

Selain itu, menjadi seorang PR juga dituntut memiliki kemauan belajar yang tinggi. ”PR butuh belajar semua hal. Tidak cuma ilmu komunikasi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan segala bidang lain harus dipelajari. Untuk itu perlu kemauan belajar yang tinggi. Selain itu, PR juga harus mempunyai sifat berani mencoba, bisa bekerja dalam tim dan juga pandai membangun jaringan,” tambahnya.

Sementara itu, satu pembicara lagi dalam Sharing Class tersebut namun berhalangan hadir dan membagikan pengalamannya lewat video, Suharjo Nugroho yang menjabat sebagai Managing Director IMOGEN Public Relations berpesan agar mahasiswa komunikasi lebih giat lagi belajar. Pasalnya saat ini, Profesi PR lebih banyak dari sarjana di luar Ilmu Komunikasi. “Saat ini Praktisi PR lebih banyak dari lulusan Ilmu Komunikasi. Karena pada kenyataannya memang kebutuhan industri berbeda dengan apa yang diajarkan di kelas. Maka, untuk menjembatani hal tersebut kami harap lulusan ilmu komunikasi agar magang terlebih dahulu sebelum terjun ke dunia PR,”jelasnya.

Sumber : www.umy.ac.id

Alumnus FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Kenalkan Semangat Juang Jenderal Sudirman

Alumnus Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FAI – UMY), Dhiyah Wahyu Pawestri mendapat kesempatan untuk mengenalkan semangat juang Jenderal Sudirman. Kesempatan tersebut didapatkannya saat menjadi salah satu peserta dalam acara Karnaval Selendang Sutera, yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan DIY (Disbud DIY) bersama dengan Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD), pada Kamis (6/10).

Dalam karnaval yang diikuti oleh 18 kelompok di sepanjang Jalan Malioboro ini, Dhiyah ikut serta menjadi peserta karnaval dari Ikatan Duta Museum DIY 2016. Dalam kesempatannya ini Dhiyah juga mengenakan seragam Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan. Menurutnya, dengan mengenakan seragam Hizbul Wathan itulah dirinya bisa mengenalkan semangat juang Jenderal Sudirman. “Selain itu, dengan menggunakan seragam HW ini harapannya dapat menumbuhkan semangat kepanduan dan perjuangan pada diri generasi muda masa kini,” ujarnya.

Dhiyah juga mengutip salah satu kata bijak yang pernah dilontarkan oleh Jenderal Sudirman, yakni “Ragu-ragu atau bimbang, lebih baik pulang”. “Artinya, kita sebagai generasi muda, hendaknya ketika telah memilih atau memantapkan suatu hal, maka harus menentukan dan memutuskannya secara tegas. Dan jika kita sudah memilih hal itu, maka harus dilakukan dengan ikhlas, konsisten dan menyelesaikannya secara tuntas dan bertanggungjawab,” terang alumnus yang juga pernah aktif dalam UKM Drum Corps UMY ini lagi.

Adapun kegiatan karnaval ini merupakan kegiatan rutin Disbud DIY dalam rangka mempercepat proses akulturasi mahasiswa luar daerah dengan masyarakat di Yogyakarta. Selain itu, karnaval ini juga diselenggarakan dalam rangka memeringati Hari Nasional Museum Indonesia yang jatuh pada tanggal 12 Oktober.

Sumber : www.umy.ac.id

Diplomat Dituntut Juga Berperan Sebagai Marketer

Seorang Diplomat disamping berperan dalam bidang politik sebagai representasi negara di luar negeri, juga dituntut sebagai sales atau marketer bagi negara tersebut. Hal ini dikarenakan diplomat merupakan garda terdepan atau ujung tombak dalam melakukan penetrasi pasar, mengundang turis asing dan promosi investasi. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yaitu Diplomasi Ekonomi harus memberi manfaat nyata bagi rakyat dan mengacu kepada kepentingan rakyat secara riil.

Di sisi lain, sektor pariwisata juga erat hubungannya dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Karena itu, seorang diplomat juga harus bisa merefleksikan keadaan di negaranya ketika berada di luar negeri. Tidak semata-mata berkata manis dan berkata negaranya aman-aman saja, namun juga harus berkata jujur dalam memberikan informasi dengan cara-cara yang baik.

Hal ini diungkapkan oleh Dr. Bambang Susanto, M.A, Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam kuliah umum bagi mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bertajuk “Membumikan Politik Luar Negeri Bagi Kepentingan Rakyat” di Ruang Sidang Amphi Theater lt.4 Gedung Pasca Sarjana UMY Kamis (6/10). Kuliah umum ini terlaksana berkat kerjasama Program Studi Hubungan Internasional UMY dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

“Berbicara masalah diplomasi, teringat sebuah lelucon dalam kalangan umum, diplomat adalah orang yang jujur sebaik-baiknya untuk ditempatkan di luar negeri untuk berbohong. Padahal tidak seperti itu adanya. Jaman sekarang tidak mungkin diplomat berbohong, karena arus globalisasi telah merambat dengan cepat, orang bisa tahu keadaan suatu negara dengan cepat. Bukan seperti itu yang terjadi, seorang diplomat harus jujur dan memberikan informasi dengan cara-cara yang baik,” paparnya.

Seorang Diplomat menurutnya tidak melulu orang yang berpenampilan rapi atau pejabat-pejabat dalam negeri, namun juga TKI dan TKW kita yang ada di luar negeri. “Mereka juga termasuk duta bangsa di luar negeri. Mereka pahlawan devisa kita. Mereka juga berperan dalam menampilkan keunggulan kita. Oleh karena itu, sering mereka tampil dalam acara-acar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), mereka juga menampilkan kebudayaan Indonesia seperti tari, dan beberapa kesenian,” ceritanya.

Kebijakan Luar Negeri yang dirumuskan oleh Kementerian Luar Negeri mencakup seluruh bidang di dalam negeri. Oleh karena itu, proses di dalam negeri mempengaruhi kebijakan luar negeri. “Proses yang terjadi di dalam negeri sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri. Aspek-aspek dinamika politik, ekonomi, budaya harus ditangkap untuk menjadi usulan kebijakan luar negeri bagi Kemenlu,” tutur Bambang.

Menurutnya Politik Luar Negeri memang seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. “Kebijakan luar negeri harus lebih tepat sasaran. Hal ini karena sekarang ini, Indonesia seperti mengayuh di dua karang. Masalah yang dihadapi lebih besar. Sudah bukan karang lagi namun batu yang kita kayuh. Ini juga merupakan tantangan bagi kami untuk merumuskan kebijakan luar negeri,”paparnya.

Dalam hal ekonomi misalnya, Bambang melihat Benua Afrika sebagai “The future continental” bagi Indonesia. “Dalam hal kebutuhan pasar, Benua Afrika bisa sangat menguntungkan bagi Indonesia. Kita punya Jalan Soekarno di Maroko, Buah mangga “Soekarno” di Mesir, bahkan ada Ikan “Soekarno” di Irak. Kita punya kedekatan sejarah yang panjang di Afrika, tapi kita belum melakukan apa-apa,”kritiknya. (bagas)

Sumber : www.umy.ac.id

Pekan Budaya Masuk Kampus Harus Berikan Ruang Bagi Anak Muda

PBMK atau Pekan Budaya Masuk Kampus harus memberikan ruang bagi anak muda. Dengan melibatkan anak muda ini maka PBMK memberikan ruang untuk berekspresi, terutama bagi anak muda yang belum mendapatkan kesempatan untuk menyalurkan bakat. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Pakualam IX kepada panitia PBMK saat memberikan arahan di Kantor Wakil Gubernur Komplek Kepatihan DIY.

“Kegiatan ini perlu diperhatikan, bagaimana memberi ruang kepada anak muda yang masih belum ada saluran yang menarik untuk mereka. Dengan memberikan ruang ini akan membentuk karakter secara langsung kepada anak-anak muda, namun tentunya harus sesuai dengan standar dan passion yang dimiliki. Banyak anak muda saat ini yang bingung menyalurkan bakatnya. Kegiatan semacam ini harus memberikan ruang kepada anak muda, terutama bagi mereka yang belum terkenal,” paparnya dalam audiensi panitia PBMK, Kamis (06/10).

Terkait kegiatan PBMK yang akan dilaksanakan pada 11 hingga 14 Oktober 2016 mendatang di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Wakil Gubernur DIY memberikan apresiasi atas gagasan PBMK yang melibatkan mahasiswa di Yogyakarta. “Pada jaman sekarang ini, anak muda lebih banyak menguasai hardskill daripada softskillnya. Hardskill sangat luar biasa, namun softskill sangat kering. Keringnya softskill ini juga akibat dari kerusakan sistematis pada orang tuanya. Orang tua lebih banyak menekankan pada keahlian akademik daripada bakat yang dimiliki anak. Saya setuju adanya acara ini yang lebih menekankan pada softskill,” ujarnya.

Kegiatan PBMK yang nantinya melibatkan 65 kelompok kesenian hingga hampir 1000 orang pementas mulai dari anak-anak hingga dewasa, Wagub berpesan supaya acara pekan budaya tersebut memberikan manfaat kepada pementas maupun penonton yang hadir. “Kegiatan nanti jangan hanya terfokus kepada kegiatan saja, namun juga bagaimana mencerdaskan audiensi, seperti bagaimana bertindak sopan saat acara berlangsung. Selain itu harapannya kegiatan ini memiliki identitas yang terstandar,” harapnya.

Sementara itu ketua pelaksana, Puji Qomariyah. S.Sos., M.Si mengatakan bahwa tema besar yang diangkat pada tahun ini adalah “Among Budaya Among” dengan mengambil sub-tema “Diaspora Oschestra,” yang akan mementaskan Pentas Seni Budaya Nusantara. “PBMK ini mengajak mahasiswa di Yogyakarta yang berkegiatan teater dan seni pertunjukan untuk melakukan sebuah kegiatan donasi budaya melalui kampus sebagai salah satu pusat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan,” jelasnya kepada Wagub DIY.

Puji menyebutkan, PBMK 2016 ini akan mementaskan seni pertunjukkan, tari – sendratari, sebanyak 25 grup dan 4 festival dolanan anak. Selain itu juga turut menampilkan panggung musik nusantara yang diisi musik etnik nusantara sebanyak 5 grup penampil, panggung gamelan anak sebanyak 3 penampil, One Night Jazz sebanyak 7 grup, lomba ketoprak anak III sebanyak 11 grup, Pentas Seni Lintas Agama dan Keyakinan sebanyak 7 grup, serta workshop dan bazar.

“Dengan keterlibatan banyak pihak diharapkan bisa menumbuhkan semangat gumregah, sawiji, greget, sengguh. Ora mingkuh dalam menumbuhkembangkan budaya konstruktif melalui dialog multi arah di wilayah Yogyakarta khususnya, dan Indonesia pada lingkup lebih luas. Selain itu kegiatan ini salah satunya memberikan ruang bagi pengembangan ketoprak sebagai salah satu pertunjukkan seni tradisi dan teater rakyat, serta pelestarian pengembangan adat yang melengkapi pengembangan tradisi yang sudah berjalan,” harap Puji. (hv)

Sumber : www.umy.ac.id

Belajar Cara Kelola Jurnal, UNPAR Kunjungi UMY

Dalam rangka memperkuat kapasitas kelembagaan terkait tata pengelolaan jurnal, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung, belajar ke Lembaga Pengembangan Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), pada Rabu (5/10). Dalam kunjungan tersebut diikuti oleh Kepala Jurusan administrasi publik, administrasi bisnis, kepala jurusan Hubungan Internasional, kepala pusat studi bisnis, serta kepala pusat studi Hubungan Internasional.

Kepala pusat studi Hubungan Internasional, Elisabeth Dewi, Ph.D mengatakan bahwa UMY telah memiliki jurnal terakreditasi yang jumlahnya cukup banyak. Sehingga pengelola jurnal di UNPAR ingin belajar lebih jauh bagaimana mengelola jurnal hingga mendapatkan pengakuan nasional bahkan internasional. “Dalam kunjungan ke UMY ini kami memiliki mimpi untuk memiliki jurnal terakreditasi. Maka kami memutuskan untuk berkunjung ke UMY yang telah memiliki beberapa jurnal yang telah terakreditasi. Sehingga kami ingin belajar hingga proses akreditasi,” papar dosen Fisipol UNPAR saat diwawancarai di sela-sela berlangsungnya kegiatan kunjungan tersebut.

Sementara itu kepala LP3M, Hilman Latief, Ph.D mengatakan bahwa UMY saat ini telah memiliki empat jurnal yang telah terakreditasi, seperti Jurnal Fakultas Agama Islam yang disebut jurnal Afkaruna, Jurnal GDP dan Jurnal Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Jurnal Media Hukum. “Adanya jurnal yang telah terakreditasi yang dimiliki oleh UMY ini, maka mereka berkonsultasi ke UMY terkait bagaimana mengelola jurnal dan berbagai aspek yang perlu diketahui terkait pengelolaan jurnal itu sendiri,” ujar Hilman.

Hilman melanjutkan, dalam kunjungan tersebut terdapat beberapa aspek yang dibahas. Diantara aspek-aspek tersebut yaitu aspek kebijakan, teknis pengelolaan, serta bagaimana struktur kelembagaan. Dalam penyampaiannya, Hilman mengaku meskipun UMY telah memiliki 4 jurnal yang telah terakreditasi, namun ada hal yang masih belum diperhatikan terkait pengelolaan jurnal. “Di UMY sendiri belum terlalu kuat dari segi investasi dalam pengelolaan jurnal. Investasi ini masih kurang diperhatikan, dan ini menjadi salah satu agenda kami dalam pengelolaan jurnal kedepan,” tambahnya.

“Kami berharap pada tahun depan akan semakin banyak jurnal yang terakreditasi, karena jika semakin banyaknya jurnal yang terakreditasi, maka akan semakin banyak ruang yang lebih luas. Dan tentunya dapat bermanfaat kepada universitas-universitas lain yang mau belajar terkait tata kelola jurnal. Sehingga akan menjalin keakraban dan silaturahim,” harapnya. (hv)

Sumber : www.umy.ac.id

60 Mahasiswa Magister Keperawatan UMY Siap Praktik Klinik di 5 Negara

Sebanyak 60 mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan akan melakukan praktik klinik yang tersebar di 5 negara. Ke-59 mahasiswa tersebut terbagi ke dalam lima kelompok sesuai penempatan negaranya. Memasuki tahun keenam ini, sebanyak 15 mahasiswa akan melakukan praktik di Guang Xi Medical University China, 20 orang di Angeles University Foundation dan Cebu Normal University Filiphina, 5 orang di Changhua Christian Hospital Taiwan, 10 orang di International Islamic University Malaysia dan 10 di Ubon Ratchathani University Thailand.

Hal tersebut dikatakan oleh Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D selaku Kepala Program studi Magister Keperawatan dalam sambutannya pada acara “Pelepasan International Experience Nursing Education and Medical Surgical Nursing Practice” pada Rabu (5/10) di Ruang Amphiteater lt.4 gedung Pascasarjana UMY. Ini juga merupakan kelanjutan dari Magister Keperawatan UMY yang telah sukses memberangkatkan mahasiswanya ke empat negara pada tahun sebelumnya.

Fitri melanjutkan, bahwa program ini bertujuan untuk mengembangkan skill para mahasiswa sehingga bermanfaat bagi profesi perawat. “Program ini memang sudah ada di kurikulum sejak awal berdirinya Magister Keperawatan. Kita kembangkan menjadi tidak hanya fokus pada satu negara, melainkan lebih dari satu negara. Untuk tahun ini kita mengirimkan ke 5 negara. Kami mencoba berkontribusi dalam pengembangan skill mahasiswa untuk bisa mencari pengalaman di luar negeri. Mudah-mudahan kegiatan ini bisa memberikan andil dalam profesi keperawatan,”tuturnya.

Lebih lanjut dia menambahkan bahwa program ini lahir atas kesadaran akan globalisasi yang harus dikuti. “Sudah saatnya kita sadar akan globalisasi yang telah ada di depan mata. Seperti sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an. Iqro’ yang berarti membaca, yang bisa kita tarik ke bahasa umum yaitu membaca untuk belajar. Semangat itulah yang menginisiasi program ini agar kita bisa terus belajar, terus menggali pengalaman bahkan sampai ke luar negeri,”paparnya.

Sementara itu, Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A yang hadir dan melepas secara resmi ke 60 mahasiswa tersebut turut mengapresiasi langkah yang dicapai Program studi Magister Keperawatan. “Saya mengapresiasi langkah yang telah dilakukan. Suatu terobosan yang baik bagi program yang sudah berjalan selama 6 tahun ini. M Kep juga merupakan satu-satunya program studi magister yang mewajibkan mahasiswanya untuk praktik di luar negeri, “ungkapnya.

Prof. Bambang berharap selama sebulan di sana, para mahasiswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik untuk belajar dan setelah kembalinya dari sana dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat. “Kami berharap selama sebulan tersebut adik-adik mahasiswa sekalian dapat benar-benar mempelajari budaya di sana. Semoga tiba di sana dengan selamat, bisa mengemban tugas dan kembali dengan selamat pula sehingga memberi manfaat,” tutupnya. (bagas)

Sumber : www.umy.ac.id

BI Research Corner FEB Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Adakan Diskusi Akademik

BI Research Corner Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY berkolaborasi dengan beberapa organisasi mahasiswa yaitu HIMIE, KSPM, EES dan GESFID mengadakan diskusi umum bertajuk “Relaxing Monetary Policy: A New Normal” pada Sabtu (1/10). Diskusi umum ini dibuka secara resmi oleh Dr. Imamudin Yuliadi, Kepala Prodi Ilmu Ekonomi UMY. Dalam diskusi ini juga menghadirkan dua pembicara yaitu, Atilla Ghaspar dari Central European University yang merupakan dosen tamu IPIEF UMY, dan Dimas B. Wiranatakusuma, yang juga salah satu dosen IPIEF UMY.

BI Research Corner didirikan pada tahun 2016 yang dibentuk oleh BI sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab sosial BI terhadap masyarakat. Koordinator BI Research Corner, Dimas B. Wiranatakusuma menyatakan tujuan BI Research Corner adalah mempromosikan peran Bank Indonesia dalam mengikuti Kebijakan Moneter. “Visinya yaitu untuk mempromosikan atmosfer akademik dan riset, khususnya dalam bidang kebijakan moneter makroprudensial. Atmosfer tersebut dicapai melalui diskusi intensif dan pikiran kritis diantara akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan. Oleh karena itu, untuk mencapai visi tersebut, misi kami dengan mengadakan diskusi akademik secara rutin, dan mempromosikan riset dan publikasi,”imbuhnya.

Diskusi ini menurut Dimas dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu (a) Fluktuasi siklus bisnis dan (b) Penurunan rasio bank sentral. “Ekonomi bergerak naik turun berdasarkan fluktuasi siklus bisinis. Di tengah kekacauan finansial, siklus bisnis berpindah ke siklus turun yang mengindikasikan krisis yang akan datang. Selama penurunan ini, beberapa indikator seperti profit, investasi, kredit bermasalah, dan utang menunjukkan alarm yang negatif. Sebaliknya selama kenaikan, beberapa indikator mengindikasikan alarm positif, sperti rasio profit mulai meningkat,” jelasnya.

Baru-baru ini pada September 2016, BI, otoritas keuangan di Indonesia mengendurkan kebijakan moneter, lebih rendah dari rasio bank sentral. “Bunga rendah ini menandakan dua kondisi, yaitu apakah ekonomi yang berada dalam siklus penurunan atau masuk dalam kondisi normal baru. Jika ekonomi di dalam “a new normal,” berarti  kebijakan mengendurkan moneter ini dimaksudkan untuk memajukan pertumbuhan ekonomi,” urai Dimas lagi.

2 hal inilah yang dikritisi oleh 2 orang panelis, Atilla Ghaspar dan Dimas B. Wiranatakusuma. Atilla mempresentasikan isu kebijakan moneter di negaranya, Hungaria. “Hungaria sebagai negara kecil cenderung tidak stabil keadaan ekonominya. Bahkan sebagai bagian dari Uni Eropa, Hungaria tergantung pada kebijakan moneternya. Oleh karena itu, mempertahankan kebijakan moneter memerlukan usaha ekstra bagi Hungaria dan membutuhkan tindakan kolaboratif dari institusi terkait,”papar Atilla.

Sementara itu, Dimas lebih menyoroti isu siklus bisnis dalam implementasi kebijakan moneter di Indonesia. “Indonesia mengalami rasio bunga rendah dalam era “New Normal”. “New normal” ini juga ditandai perilaku positif dalam fundamental makro ekonomi, seperti GDP, Rasio Inflasi, Rasio pertukaran, cadangan dan rasio bunga. “New Normal” ini merupakan kesempatan bagus bagi Indonesia untuk meningkatkan Ekonomi domestik,”imbuhnya lagi. (bagas)

Sumber : www.umy.ac.id

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Berikan Hadiah Kepada Civitas Akademikanya

RFID (Radio Frequency Identity) merupakan salah satu teknologi dari sistem pengindentifikasian suatu objek secara otomatis (Auto ID) selain barcode Optical Character Recognition (OCR), biometric, dan smartcard. Berbagai pengindentifikasian tersebut telah banyak membantu dalam berbagai bidang pengidentifikasian objek yang dapat dikembangkan dan diterapkan untuk militer dan pemerintahan, rumah sakit, sekolah, universitas, lembaga riset dan laboratorium, penerbangan, paspor, bisnis retail, transportasi, gerbang jalan tol, museum, pergudangan, perpustakaan, parkir, dan banyak lagi lainnya.

Sistem keamanan berbasis RFID  memang telah diterapkan oleh UMY selama beberapa tahun ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan kendaraan bermotor yang ada di parkiran. Penggunaan sistem ini digunakan dalam bentuk Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) ataupun Kartu Kepegawaian yang di dalam kartu tersebut terdapat sebuah chip yang fungsinya menyimpan informasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Selain itu di dalamnya juga tertera nomer kendaraan pemilik KTM ataupun Kartu Kepegawaiannya. Pengembangan kartu ID berbasis RFID ini dilakukan untuk menggantikan sistem manual yang menggunakan karcis atau Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK).

Kendati demikian, penggunaan RFID ini masih belum banyak diterapkan oleh segenap civitas akademika di UMY. Para mahasiswa, dosen dan karyawan masih banyak yang bersifat apatis dan memilih keamanan kendaraan bermotor mereka dicek secara manual dengan menggunakan karcis atau STNK.

Oleh karena itu, untuk mengkampanyekan penggunaan sistem RFID di kalangan civitas akademika, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta memberikan hadiah kepada para civitas akademikanya. Hadiah tersebut berupa satu buah tablet yang diundi kepada civitas akademika yang menggunakan RFID ketika parkir. Penghargaan kepada pengguna RFID tersebut diumumkan dalam acara Silaturahim Bulanan yang diadakan oleh BHP UMY, Jumat (30/9). Mereka yang beruntung mendapat masing-masing satu buah tablet Asus Zenpad 8 adalah Sunardi (Dosen Teknik Mesin UMY), Fajri Wibowo (Mahasiswa Ilmu Hukum), dan Caka (Karyawan Biro Akademik UMY).

Fajri Wibowo yang sempat dihubungi oleh tim BHP melalui sosial media menyatakan perasaan senangnya. “Saya sangat senang mendapat hadiah ini, awalnya saya tidak menyangka mendapat hadiah ini. Saya aja diberitahu teman saya,”ungkapnya. Dia menambahkan kurangnya sosialisasi untuk mengajak para mahasiswa menggunakan RFID. Dalam penutupnya, dia berharap dengan adanya hadiah undian bagi pengguna RFID ini, civitas akademika UMY semakin sadar pentingnya RFID untuk keamanan kendaraan bermotornya. “RFID ini penting untuk keamanan kendaraan bermotor. Sistem ini sudah baik menurut saya. Saran saya mungkin bisa memasang banner besar untuk mengajak para mahasiswa untuk berpindah ke RFID sekaligus mengurangi sampah akibat karcis ,”harapnya.(bagas)

Sumber : www.umy.ac.id

Religiusitas Sumbang Kecenderungan Perilaku Remaja

Dewasa ini kenakalan remaja di Indonesia masih meresahkan masyarakat. Kebanyakan remaja berstatus sebagai pelajar adalah individu yang mengalami transisi dari anak-anak menjadi dewasa.  Perubahan ini mendorong remaja untuk mencari jati dirinya, dan akan muncul perubahan perilaku sesuai dengan yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor internal yang diperkirakan berpengaruh terhadap dorongan kenakalan remaja adalah nilai religiusitas remaja. Ini menunjukkan bahwa religiusitas mempunyai sumbangan yang paling besar terhadap kecenderungan perilaku remaja.

“Religiusitas pada diri remaja diasumsikan jika remaja memiliki religiusitas rendah, maka dorongan untuk melakukan perilaku nakalnya tinggi. Sebaliknya semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah tingkat dorongan untuk melakukan kenakalan pada remaja. Ini membuktikan bahwa ajaran agama yang dianutnya sebagai tujuan utama hidupnya. Sehingga para remaja tersebut berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilaku sehari-hari,” ujar Sahrudin saat menyampaikan  hasil penelitian disertasi pada Sidang Promosi Doktor, Sabtu (1/10) di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana UMY lantai 4.

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Peran Konsep Diri, Religiusitas, dan Pola Asuh Islami Terhadap Kecenderungan Perilaku Nakal Remaja di SMA Kota Cirebon,” Sahrudin menyebutkan bahwa religiusitas memiliki peran aktif dan menyumbangkan lebih besar terhadap kecenderungan perilaku remaja. “Berdasarkan penelitian kepada 221 siswa dan siswi di salah satu SMA di Cirebon, sumbangan religiusitas pada perilaku kenakalan remaja sebesar 42,35 persen. Sementara itu berdasarkan skala dalam data penelitian lainnya yaitu sumbangan konsep diri sebesar 22, 80 persen, dan pola asuh islami sebesar 9,15 persen. Ini menunjukkan bahwa sumbangan religiusitas terhadap kecenderungan perilaku remaja lebih besar untuk kecenderungan perilaku remaja,” sebutnya.

Sahrudin melanjutkan bahwa adanya sisi religiusitas berfungsi untuk mengikat seseorang dalam hubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dan alam sekitarnya. “Religiusitas pada umumnya memiliki aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Hanya saja perasaan keagamaan dan pemikirannya berbeda-beda menurut tingkat kehidupan dan pendidikan yang menyebabkan mereka menyimpang dari ajaran agama itu sendiri,” paparnya.

Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa faktor lain dari pentingnya menanamkan religiusitas pada remaja, Sahrudin menyebutkan rendahnya konsep diri remaja dapat mempengaruhi dorongan kenakalan remaja. “Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman, interpretasi dari lingkungan, maupun penilaian oranglain. Remaja yang memiliki konsep diri yang positif, akan mampu dan mengatasi dirinya memperhatikan dunia luar, dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial,” jelasnya.

Setelah melakukan penelitian kenakalan remaja pada SMA di Cirebon, Sahrudin berharap dengan adanya sisi religiusitas pada diri pribadi remaja dapat mengurangi kenakalan remaja di Indonesia. “Dalam hal ini dengan adanya religiusitas, nilai-nilai ajaran agama diharapkan dapat mengisi kekosongan batin pada diri remaja. Sehingga selanjutnya remaja dapat menentukan pilihan perilaku yang tepat sesuai dengan norma dan ajaran agama, serta dapat menghindari perilaku yang menyimpang,” harapnya. (hv)

Sumber : www.umy.ac.id

Harry Azhar Azis : Kejujuran Kunci Kepemimpinan

Kejujuran itu kunci Kepemimpinan. Jika disuruh memilih antara dermawan dan pejuang, Saya nggak milih dua-duanya. Saya milih orang ketiga, yaitu orang yang jujur. Orang dermawan belum tentu jujur dengan kedermawaannya, karena dia dermawan ketika diliat temannya misalnya. Orang yang berjuang pun belum tentu mau berjuang jika dia sendirian. Untuk itu saya milih orang jujur karena saya tahu orang yang jujur pasti dermawan dan mau berjuang. Jika dikaitkan dengan pemimpin, pemimpin yang jujur pasti pejuang dan orang yang dermawan ”

Begitulah yang diucapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Dr.H.Harry Azhar Azis,M.A dalam kuliah umum bertajuk “Inovasi Manajemen Kepemimpinan Transformatif di BPK RI” yang bertempat di Ruang Sidang Gedung AR Fachrudin B lt.5, Sabtu (1/10). Acara kuliah umum ini diadakan oleh Program Studi Manajemen bekerja sama dengan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPKAUMY) bagi mahasiswa baru prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY. Hadir pula dalam acara tersebut Rektor UMY, Prof.Bambang Cipto,M.A; Dekan Facultas Ekonomi dan Bisnis UMY, Dr. Nano Prawoto, SE, M.Si dan Kepala Program Studi Manajemen, Retno Widowati M.A, Ph.D.

Dalam kuliah umumnya, Harry menjelaskan peran BPK RI sebagai salah satu lembaga keuangan yang amat penting. “Sesuai dengan mandat Pasal 23 E,F dan G UUD 1945, BPK RI bertugas memeriksa pengelolaan dan bertanggung jawab atas keuangan negara. Namun begitu  sebagai lembaga keuangan,  BPK juga memiliki berbagai tantangan terutama dari luar untuk menjadi lembaga yang bersih, transparan dan akuntabel. Untuk menjamin mutu hasil pemeriksaan keuangan negara tersebut, BPK telah memiliki sistem yang memberikan keyakinan yang memadai untuk menjamin mutu pemeriksaan,”jelasnya.

Harry menambahkan perubahan kepemimpinan  menjadi kepemimpinan yang transformatif juga terjadi di BPK. Hal ini tercermin dari rancangan strategis yang dibuat BPK. “Inovasi manajemen kepemimpinan di BPK sekarang tergambar pada rencana strategis (Renstra) BPK 2016-2020 yakni BPK menjadi pendorong pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri serta melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegras, independen dan profesional,”paparnya.

Selain itu dia juga memberikan motivasi kepada para mahasiswa. Menurutnya mahasiswa harus tekun dan terus belajar hingga hingga mencapai kesuksesan dan jangan menyerah karena satu kegagalan.“Tidak ada tempat bagi orang yang gagal di dunia ini. Orang gagal selalu akan mencari alasan kenapa dia gagal. Sedangkan orang sukses tidak perlu mengatakan kenapa dia sukses, justru orang lain yang akan mengatakannya. Maka jangan menyerah ketika gagal, cobalah terus berusaha hingga mencapai kesuksesan,”ungkapnya.

Dalam penutupnya dia berharap agar lahir pemimpin-pemimpin yang kreatif di masa mendatang dari kalangan mahasiswa. “Kunci kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan oleh potensi dan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga inovasi seta kreativitas masyarakat. Untuk itu saya harap lahir pemimpin-pemimpin yang kreatif dan inovatif. Saya optimis Perguruan Tinggi menjadi kunci untuk menciptakan perubahan-perubahan,”tutupnya. (bagas)

Sumber : www.umy.ac.id