Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyelenggarakan Webinar Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah se-Indonesia, Kamis (21/05). Bertemakan “Strategi Eksistensi PTMA di Tengah Anomali Covid-19: antara Ketidakpastian dan Keunggulan” turut hadir Prof. Dr. Haedar Nashir M.Si. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. Menko PMK Republik Indonesia, dan Prof. Lincolin Arsyad, M.Sc., Ph.D. Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah sebagai keynote speech.
Dihadiri sekitar 700 partisipan dari seluruh Indonesia, webinar ini turut menyajikan Best Pratice pengalaman 6 PTMA mengenai strategi penanggulangan Covid-19. Turut hadir Dr. Mubarak, M.Si. Rektor UM Riau, Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. Rektor UM Yogyakarta, Dr. H. Hidayatulloh, M.Si. Rektor UM Sidoarjo, Prof. Dr. Bambang Setiaji Rektor UM Kalimantan Timur, Dr. H. Jamaluddin Ahmad, M.Si. Rektor UM Sidenreng Rappang, dan Dr. Rustamadji, M.Si. Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong.
“Covid-19 ini tidak tahu kapan berakhirnya, namun kita harus siap menghadapi segala macam kemungkinan dan perubahan. Muhammadiyah terutama PTMA harus bergerak lebih dahulu,” tutur Prof Lincolin mengawali keynote speech. Lebih lanjut, Prof Lincolin kemudian menyebutkan strategi penting yang harus dipertimbangkan untuk keberlangsungan PTMA, berkaca dari Covid-19 ini. Beberapa di antaranya ialah melakukan konsolidasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, penguatan PJJ, meningkatkan sarana prasarana, serta meninjau kembali prodi-prodi yang kurang kompetitif. “Karena di masa yang akan datang kita memerlukan tenaga manusia yang berkualitas dan sesuai kebutuhan zaman,” paparnya.
Sementara itu, Prof Muhadjir Effendy melihat Covid-19 secara tidak langsung mengarahkan seluruh lini untuk terbiasa dengan pola hidup era 4.0. “Upayakan PTMA dengan saling berkolaborasi seluruh Indonesia untuk secepat mungkin mengadopsi pola pembelajaran di era 4.0,” paparnya. PTMA juga perlu menggali paradigma mengenai mahasiswa yang sudah memiliki keterampilan pekerjaan agar mahasiswa dapat menjadi employe yang dapat diandalkan. “Hal yang penting pula, PTMA jangan sampai mengabaikan prodi keagamaan bahkan prodi ini harus memiliki keterampilan ganda agar tidak hanya menggantungkan job-nya pada profesi tertentu saja,” pesannya.
Keadaan saat ini menurut Prof Haedar Nashir juga mewajibkan Pimpinan PTMA untuk meningatkan kembali modal sosial yang dimiliki. Perlu adanya etos organisasi, etos kemodernan, dan social trust yang terus dikedepankan melalui pintu Amal Usaha Muhammadiyah. Hal ini dapat menjadi jalan keluar bersama jika dilakukan dengan mengedepankan etos kepemimpinan dan menghilangkan etos kekuasaan. “Manusia itu bisa berubah, karena harta dan kekuasaan maka puasa mengajarkan kita menjadi insan agar kita tau batas. Ini perlu diajarkan pada Leadership PTMA,” tutupnya. []APR, GTA